Aneh

 Monday, July 25, 2005

Rasanya aneh gw mimpi balik lagi jadi anak sma, cuma di mimpi ini sekolahannya pindah ketempat lain yang agak terpencil tapi sekolahannya tingkat, cuma tingkatnya susah banget di naikin, rasanya aneh aja masak balik lagi jadi anak sma. jadi inget juga dulu pernah mimpi balik lagi jadi anak sd, mana waktu pas di ngimpi kok ngimpinya lagi ngerjain soal ebtanas sd...

Pengaruh Alam Bawah Sadar?

Oh iya gw baru aja ngobrol dengan orang yang baru balik dari Berlin, ternyata bener kata temen gue, kalo mau ketemu orang kudu janjian dulu, bahkan adakalanya untuk bertemu dengan orang tuanya sendiri mereka harus buat janji dulu, semuanya serba teratur...

Soal tepat kedisiplinan mereka adalah orang yang disiplin, kalo janjian sekitar 10 menit sebelum janjian udah stand by dan mereka lebih baik nunggu, gak akan ngetuk kecuali memang sesuai jadwalnya, wah gue jadi malu cerita gini, soalnya ternyata gw janji ama temen aja masih suka ngaret nih :(

Ada yang menarik, kata orang yang ngobrol dengan gue ini, dia bilang orang Jerman itu suka heran kok orang-orang macam Indonesia bisa (berani?) hidup tanpa punya asuransi? sebenernya mungkin itu sama aja kayak kita heran kenapa para gembel-gembel yang kerjanya mungutin makanan sisa-sisa orang kok masih berani untuk hidup sampe sekarang? :)

Soal asuransi kayaknya disana sudah diwajibkan kali ya? soalnya soal peraturan mereka strict misal kita bawa mobil melewati marka jalan yang sudah di tentukan. kalo disana katanya kalo sopir taksi ngeliat ada mobil yang agak mepet masuk marka jalannya yang bukan seharusnya maka mending taksi itu nabrak mobil yang agak mepet itu, supaya kalo ada polisi nanti orang yang agak mepet ke marka jalan malah harus ngasih ganti rugi si taksi (padahal si taksi yang nabrakin) dan pasti si taksi yang menang soalnya si taksi jalan di jalur yang benar sedang yang di tabrak itu agak masuk dikit ke jalurnya si taksi. Si taksi itu dibayar pake asuransinya si pemilik mobil yang dianggap merugikan si taksi, itulah sebabnya asuransi itu di perlukan minimal untuk mengganti rugi orang lain, kalo disini kan kebalik orang ngasuransiin mobil untuk mobilnya sendiri kalo disana katanya harus punya asuransi untuk orang lain yang nantinya bakal kena celaka gara2 kita...

Tapi sekarang ini kata orang yang ngobrol bareng gue, saat ini ekonomi Jerman agak kurang baik karena penganggurannya banyak bahkan katanya terburuk sejak pasca PD I (era di awal nazi) gak heran kalo ada kecendrungan makin menguatnya dukungan ke partai Ultra Nasionalis. Setelah penyatuan 2 Jerman, katanya sih masih diperlukan recovery ekonomi utamanya untuk ex Jerman Timur, ditambah sekarang ada ke khawatiran karena makin banyak pendatang yang semakin banyak di Jerman spt pendatang dari Turki, Polandia, Czhek. Selain itu timbul ke khawatiran dengan pertumbuhan penduduk yang cendrung minus, karena sepertinya orang jerman sekrang lebih tertarik memelihara hewan ketimbang membina hubungan keluarga dan menghasilkan keturunan. Mungkin suatu saat jika kondisi ini terus berlanjut orang Jerman pada akhirnya akan jadi minoritas di negeri sendiri. Dan itulah yang ditakutkan oleh orang-orang jerman sekarang.

Oh ada juga yang menarik, kata orang yang ngobrol dengan gue kalo di jerman sana ada pembatasan pekerjaan untuk lulusan tertentu. Misal lulusan sarjana (S1) gak boleh kerja jadi pegawai yang tidak menggunakan kualifikasi pendidikannya model-model jadi supir taksi atau sejenisnya... kalo di indonesia diterapkan bisa gak ya? soalnya lulusan S1 aja sekarang banyak yang masih nganggur dan ngambil kerjaan yang harusnya bisa dikerjain oleh orang dengan kualifikasi yang lebih rendah spt D3,SMA,SMP tapi apa mau dikata cari kerjaan sekarang mungkin susah jadi kerjaan yang berkualifikasi lebih rendah gak papa diambil daripada nganggur. tapi kasian juga yang seharusnya bisa kerja disitu lahannya di rebut sama orang yang lulusan sarjana....

coba kalo di indonesia tumbuh partai ultra nasionalis, yang mungkin hampir se-ekstrim nazi dimana slogannya "german only for germans" mungkin karena itu pembantaian terhadap orang yahudi bisa terjadi, atau turki di era mustafa kemal yang memiliki slogan "turki hanya untuk orang turki" makanya adzannya ga pake bahasa arab tapi bahasa turki, kalo ada slogan "indonesia hanya untuk orang indonesia?" nanti kayak gimana ya? wah tapi serem ah kalo ada partai yang kayak gini lahir rezim totaliter baru... ah gw ngayal mulu, tapi itu bisa jadi kenyataan kalo kondisi ekonomi tidak segera baik. Indikator paling gampang untuk melihat ekonomi baik/gak liat aja banyak gak para pengaggurannya... sok tau deh gue....

~carilahpekerjaan,vi-kokbentahmaujadiunemploy...

Democrazy?

 Monday, July 18, 2005

Hari ini waktu sudah menunjukan pukul 2.43 pagi, gw masih aja belum juga bisa tidur. Kebetulan saat ini gw lagi kepikiran masalah demokrasi (or democrazy?). Terus terang ada beberapa tulisan yang sepertinya meruntuhkan sedikit keyakinan gue tentang "superioritas" sistem demokrasi dibanding sistem-sistem yang lain. Pemuja demokrasi seringkali menyebut istilah "Vox Populi Vox Dei" yaitu "Suara Rakyat adalah suara Tuhan". Jika semua rakyat di suatu wilayah itu kumpulan para bangsat apakah berarti keinginan atau kelakuan rakyatnya yang bangsat bisa tetap disebut keinginan dari Tuhan?

Ada dua kutipan dari buku yang ingin gue tuliskan yang sedikit banyak ada hubungannya antara pemaksaan vs demokrasi. Buku yang pertama dari buku dengan Judul "Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya" tulisan dari Adian Husaini, M.A. dan Nuim Hidayat, terbitan Gema Insani, Cetakan ke-3 April 2004 M halaman 165, berikut ini adalah kutipan paragraf yang menurut gue cukup menarik untuk direnungkan.

"...
Apakah semua peraturan di bidang keagamaan itu harus dibuang, agar agama menjadi wilayah yang otonom dari negara? Jelas sekali, pendapat yang menyatakan bahwa "agama, pada intinya, harus menjadi wilayah yang otonom dari negara" adalah pendapat yang naif dan impian belaka. Pendapat semacam ini juga sangat aneh. Mereka tidak protes, misalnya, saat negara mengintervensi kehidupan privasi mereka, seperti memaksa rakyat memaki helm atau melarang merokok di tempat-tempat tertentu. Mereka juga tidak protes jika diwajibkan memakin SIM saat mengemudi. Mengapa mereka tidak ngotot bahwa celaka atau tidak itu urasan pribadi. Mereka juga tidak protes jika negara melarang warganya mengkonsumsi narkoba. Nah, apa salahnya jika negara juga melarang dan memberikan sanksi pada warganya yang "meninggalkan shalat lima waktu:, "berzina", "meminum khamar", "tidak berpuasa di bulan Ramadhan", dan berbagai jenis kemaksiatan lainnya? BUKANKAH LEBIH BAIK DIPAKSA MASUK SURGA, DARIPADA DENGAN IKHLAS MASUK NERAKA?!
..."

Sedang dari buku yang lain yaitu buku dengan judul "Sepak Terjang Bisnis para Taipan" karangan Sterling Seagrave (Judul Asli: Lord of the Rim: The Invisible Empire of the Overseas Chinese) terbitan Pustaka Alvabet, Cetakan ke-4 Mei 2005. Dari bagian Epilog ("Matahari Terbit di Pesisir") halaman 334-335 *panjang nih*

"...
Amerika berkeras agar Cina mencangkok sistem demokrasi ala Barat tentang keadilan dan moralitas universal. Orang Asia menanggapinya bahwa kepercayaan dan keadilan bukanlah abstraksi, dan hanya tirani dan korupsilah yang absolut. Taiwan menunjukan bagimana pemerintah yang dilindungi dan diperkaya oleh Amerika ternyata tak berbuat apa-apa untuk memajukan demokrasi, sampai proteksi itu dicabut; kini KMT membeli waktu dari regu tembak dengan melimpahi warganya dengan berbagai kebebasan.

Para pemimpin otoriter seperti Lee Kuan Yew dan Mahatir Mohammad menempatkan reformasi dan kemakmuran di depan libertarianisme politik. Pada saat ini, hal pokok yang dibutuhkan negara Asia, kata mereka, adalah sejenis politik media yang tegar dan tegas, yang sudah lembek di Washington, London, Paris dan Roma.

Kebanyakan orang Asia sangat miskin dan menderita akibat kekerasan. Orang-orang sengsara akan mendukung siapa pun yang menyatakan punya solusi. Rejim-rejim Asia memanfaatkan dambaan akan kemakmuran ini untuk membangun suatu konsensus tentang kekuasaan otoriter. Keberhasilan Singapura menunjukan bahwa untuk sampai di sana dengan cepat dan pasti mensyaratkan adanya tangan yang kuat. Ini juga merupakan pelajaran dari Korea Selatan, yang mencapai perbaikan-perbaikan besar kualitas hidup dengan harga kemerdekaan pribadi. Kemakmuran akhirnya menciptakan ruang gerak, ruang gerak memungkinkan kebebasan lebih besar, dan kebebasan dengan sendirinya mendahului demokrasi. Namun, baik Singapura maupun Korea Selatan dicela Barat karena tidak mengikuti model-model demokrasi -model-model yang berulang kali gagal ditempat lain. Ingar bingar di Amerika soal peristiwa pemukulan di Singapura pada 1994 menunjukan bagaimana fantasi tentang jiwa merdeka terkait dengan fantasi makan siang gratis.

Dengan tradisi evangelisme mereka, dan keyakinan mengantungi mandat ilahiah, orang Amerika terbiasa memaksakan kesombongan mereka untuk dicekokkan ke tenggorokan orang lain. Banyak nasihat Lee Kuan Yew kepada Barat tentang Cina bernada membiarkan Cina Daratan punya nasionalismenya sendiri, dan agar Barat berhenti menekan Cina supaya berperilaku berdasarkan apa yang dilihat Barat sebagai prinsip-prinsip moral "universal".

Suka atau tidak, tradisi Asia menempatkan hak-hak kelompok di atas hak-hak Individu. Ini penting di Cina, sebuah negara yang selalu berada di ambang kelaparan, selalu cendrung terbelah. Jika individu tidak memenuhi kewajiban mereka kepada kelompok -dalam pertanian, pengendalian banjir, dan sebagainya- kekacauan akan muncul. Ada kewajiban untuk menyumbang, bukan hak untuk membangkang. Khonghucu adalah satu usaha untuk merasionalisasikan masyarakat Cina, tugas yang hampir mustahil mengingat kesenjangan-kesenjangan di antara keduanya. Gagasan tentang Cina tunggal yang monolitik adalah propaganda elit penguasa, untuk merawat cita-cita keseragaman.

Lee Kuan Yew mendesak Amerika Serikat agar menjadi teman Cina, bukan menekannya dengan ancaman-ancaman perang dagang. Apakah barat sunguh-sunguh menginginkan Beijing kehilangan kontrol, Cina terbelah, dan kekacauan seperti masa jagoanisme berulang? Orang Jepang sudah belajar bahwa ada banyak Cina, bukan cuma satu. Selain dampak tragisnya terhadap rakyat Cina, yang kehidupannya belakangan ini menyentuh titik peralihan yang menjanjikan, kekacauan menyebabkan migren berat bagi tetangga-tetangga Cina. Satu Beijing yang disibukan oleh kemakmuran, kecil kemungkinannya menimbulkan kesulitan. Jadi kepentingan terbaik Barat terletak pada usaha mendorong kemakmuran Cina
..."

Pada akhirnya gue berfikir, sepertinya demokrasi "hanyalah" alat untuk mencapai tujuan bukan tujuan itu sendiri (buat apa mengagung-agungkan demokrasi kalo pada akhirnya hidup rakyat masih tetap melarat! -tenang gue gak lagi frustasi dengan demokrasi kok!). Banyak cara bagi setiap manusia untuk mencapai kemakmuran, kesejahteraan, ketentraman tanpa melulu harus melalui demokrasi, mungkin...?

Naming Is Serious Business

 Friday, July 15, 2005

Kebetulan lagi baca bagian Chapter 3 "Establish Consistent Terminology" dari ebook berjudul "Developing user interfaces for Microsoft Windows" yang isinya:

Naming Is Serious Business

It is important to understand that naming is serious business. You should avoid using joke names or any other kind of name that you wouldn't want the outside world to see, even temporarily. If your product is successful, those "temporary" names might be around for years and might be extremely difficult to change later on. For example, there are many "undocumented" Windows APIs that have unfortunate names, such as Death, Resurrection, TabTheTextOutForWimps, PrestoChangoSelector, BozoLivesHere, and various Bear and Bunny APIs. I'm sure these names have stuck around far longer than their originators expected. Avoid the temptation to use joke names, and use your creativity elsewhere.

TIP
Avoid choosing joke names.


Agree dengan tulisan dari si penulis, emang urusan nama bukan urusan main-main, tapi ada sedikit ironi dari buku ini yang menuliskan tentang pentingnya user interface, buku ini sendiri dari judul covernya sepertinya tidak memahami pentingnya user interface (setidaknya menurut gue lhooo), coba liat tata letak typhografi dari cover judul buku disamping, gue waktu baca bukannya "... for Microsoft Windows" tapi "... Microsoft for Windows" :p

Ngomongin soal 'naming' atau penamaan jadi teringat dengan kerjaan yang emang berhubungan dengan nama variabel. Nama variabel itu harus unik dan idealnya juga informatif, gue jadi inget jaman kuliah dulu ada temen satu kelompok dengan gue yang ngasih nama variabelnya "jumtung" untuk variabel "Jumlah Tunggakan"... ya elah panjangin dikit jadi "jumlah_tunggakan" atau "jumlahTunggakan" kok males banget sih, padahalkan bisa bikin orang lain yang baca kode lebih enak mempelajari kodingannya (yayaya emang lebih panjang sih! tapi kan lebih informatif!), tapi ya paling gak masih gak parah banget-banget lah. Waktu itu gue sempet rada ngamuk ama temen gue... tapi dia cuek aja, ya udah lah terpaksa juga ngikut cara dia habis udah kebanyakana yang dah dia kerjain, jadi kalo ganti nama entar malah bikin error yang udah bisa jalan.

Tapi untunglah temen satu kelompok gue masih mending ngasih nama variabelnya gak jauh-jauh dari singkatannya, eh ada yang ngasih nama nama-nama organ tubuh manusia model-model "paha1, paha2, dada1, dada2" hehehe (masih gak da loe bikin variabel model gini? :p) tapi itu masih agak mendingan, kalo temen gue yang lain mungkin lagi stress waktu pas kodingan bikin nama variabelnya gak jauh-jauh dari kata-kata slang untuk organ atau aktifitas reproduksi. Setelah programnya jadi baru nyadar ternyata nama variabel yang mengandung unsur '17 tahun keatas' belum sempat diganti, padahal tugas udah kepalang dikirim, terpaksa temen gue minta maaf ke sang dosen kalo nama variabelnya sangat eksplisit :) *masih gak ya dia hobi namain variabel kayak gini?*

Kalo gitu emang perlu dipertanyakan tuh omongannya si Shakespeere (speell?) yang katanya pernah bilang "Apalah arti sebuah nama?" ternyata nama itu penting. Setiap nama umumnya memiliki konotasi tertentu bagi setiap orang. Mungkin juga karena memiliki konotasi yang berbeda, banyak orang-orang Indonesia yang kata suatu koran memiliki kecendrungannya semakin malu untuk menggunakan nama "lokal". Katanya di Jawa sudah semakin berkurang orang tua yang memberikan nama anaknya "Joko", atau nama yang dimulai dengan "Su..." spt "Suharto", "Suyudi", "Suparman" dll diganti dengan nama eropa model2 Steve, George, John, dll (yah kira2 begitulah). Gue sih gak ambil pusing orang mau kasih nama kayak gimana, cuma mungkin (IMHO) nama-nama eropa konotasinya lebih keren daripada nama lokal, maklum orang eropa (atau barat) saat ini kesejahteraannya relatif lebih baik dari orang-orang disini.

Gue menduga kalo ada calon orang tua mau kasih nama disuruh pilih mau kasih nama "Olivia" atau "Zaitun" (dua nama tsb adalah nama pohon, keduanya memiliki arti yang sama) pasti mending kasih nama Olivia, keliatannya lebih keren dari pada Zaitun, sebab kalo nanti dipanggil nama panggilannya jadi "Atun", kalo Olivia kan jadi Oliv :) hahaha ya gak papalah salahkan diri sendiri kenapa orang lokal (kita2?) gak jadi negara maju seperti negara lain sampe akhirnya kita jadi memiliki perasaan inferior complex memandang rendah budaya sendiri (ya...ya...ya... gue tau nama zaitun memang bukan asli Indonesia!) sampe nama lokal memiliki konotasi yang lebih rendah daripada nama dari negara yang lebih maju padahal artinya sama.... (kok jadi nyambung dengan nama orang ya?)

Konon katanya suatu produsen mobil pernah membuat suatu merek, dan di ekspor ke suatu negara, celakanya di negara itu nama merek yang ditawarkan ternyata memiliki konotasi yang kurang OK, kalo gak salah nama merek mobil itu kalo di bahasa lokal berarti "kambing gendut" akhirnya pejualan mobil itu kurang memuaskan... sayang kan produk bagus kalo namanya gak OK? Konon pendiri perusahaan Sony katanya sampe bulak-balik baca kamus berkali-kali sampe bisa memutuskan untuk menggunakan nama Sony... jadi mungkin bener "Naming is Serious Business"

Imbas Krisis BBM

 Wednesday, July 13, 2005

Krisis BBM yang sudah diberitakan sejak beberapa minggu (atau bulan?) yang lalu sampe sekarang (kayaknya) masih belum menunjukan tanda-tanda kalo kelangkaan BBM bakal segera berakhir...

Pernah gw bawa motor malem2 dari Depok, ternyata ada stasiun pengisian BBM yang kehabisan premium :( mana waktu itu malem2 lagi, ngeri aja kalo gak bakal bisa nyampe rumah gara2 gak ada bahan bakar.

Tragis, ironis dulu BBM jadi primadona yang membangkitkan perekonomian bangsa ini, sekarang mungkin kebalikannya, BBM dengan subsidinya membangkrutkan uang pemerintah. Sebagai negara penghasil minyak, konon cadangan minyak indonesia hanya sekitar 4% cadangan minyak dunia, bahkan ada yang menyebutkan kalo cuma 1% dari cadangan minyak dunia, padahal jumlah penduduk Indonesia nomor 3 besar di dunia!.

Dulu mungkin orang Indonesia masih sedikit yang punya kendaraan, sekarang hampir dimana-mana orang bisa dapat kredit kendaraan dengan lebih mudah, gak heran konsumsi BBM dalam negeri semakin meningkat, sedang jumlah cadangan minyak di Indonesia semakin menipis. Kalo gak salah dulu ada yang memperkirakan kalo dalam waktu 10 tahun mendatang mungkin cadangan minyak di Indonesia bakal habis :(. Beberapa waktu yang lalu saja posisi Indonesia di organisasi OPEC sudah dipertanyakan, alasannya sederhana OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak, tapi dari tahun ke tahun trend ekspor Indonesia malah berbalik menjadi pengimpor minyak.... :(

Katanya... sebenernya tidak ada perubahan signifikan terhadap konsumsi dan produksi minyak dunia, yang ada adalah sekarang minyak dilirik sebagai komoditi sehingga harganya melambung tinggi karena permainan pihak-pihak yang mencari keuntungan dari fluktuasi harga minyak.

Imbas dari kelangkaan BBM dan kenaikan harga minyak dunia, pemerintah sampai perlu mencanangkan gerakan pengehematan. Sampe-sampe gerakan penghematan itu berimbas pada bidang-bidang yang lain yang tidak berhubungan langsung dengan minyak, seperti soal penghematan yang dilakukan stasiun televisi untuk mengurangi jam siarannya.

Menarik (jika tidak bisa dikatakan lucu!) membaca Suara Pembaca di harian Koran Tempo edisi Rabu 13 Juli 2005 halaman A15. Judul di suara pembaca itu adalah "Hemat Energi dan Hiburan", sang penulis surat yang merupakan Redaktur Majalah Warta Pertamina mengkhawatirkan (setidaknya itulah yang gue tangkep) efek lain dari penghematan energi (yang juga sangat berkaitan erat dengan BBM) yang harus dilakukan stasiun televisi untuk mengurangi jam siaran hanya dari jam 5 pagi sampai 1 pagi. Nah si penulis surat itu bilang

"....Pada pukul 01.00 sampai 05.00 masyarakat tidak bisa menikmati lagi hiburan murah meriah. Akibatnya orang akan mencari alternatif aktifitas. Salah satunya hubungan intim ataupun seks."

"Nah, bisa ditebak jika instruksi tersebut berlaku untuk jangka waktu enam bulan kedepan. Kira-kira sekitar satu atau dua tahun berikutnya negara kita akan mengalami ledakan jumlah penduduk yang luar biasa. Apalagi di masyarakat pemakaian alat-alat kontrasepsi seperti kondo masih rendah. Ini memang hanya prediksi. Tetapi tidak ada salahnya kita bersiap menyambut ledakan ini"

Urip Herdiman K.
Redaktur Majalah Warta Pertamina
Jalan Perwira 2-4 Jakarta Pusat


Wah bapak pembaca ini sepertinya berfikirnya cukup jauh juga.... :p kalo ngomong soal kemungkinan mah semua pasti ada kemungkinannya. Jika krisis BBM (atau kelangkaan BBM) tidak jadi dibereskan yah kemiskinan mungkin aja bisa bertambah. Katanya para ekonom sepakat kemajuan suatu negara sangat berkaitan erat dengan kebutuhan akan energinya (dalam hal ini BBM termasuk sumber energi utama).

Kalo kata acara di TVRI konon sejak ada undang-undang migas (entah nomor & tahun berapa?) posisi Pertamina semakin lemah dalam dunia perminyakan di Indonesia. Menurut mantan mentri Rizal Ramli yang jadi salah satu nara sumber, memang undang-undang itu terlalu dipaksakan karena memang undang-undang pesanan dari pihak tertentu (barat?). UU itu mensyaratkan kalo suatu saat nanti pemain dalam pasar minyak bukan melulu Pertamina tapi pihak-pihak asing. Katanyanya UU tersebut membuat posisi pertamina secara bertahap semakin lemah, tapi yang juga jadi masalah pihak luar yang ingin berjualan minyak di indonesia juga enggan berjualan soalnya harga pasaran minyak (BBM) di indonesia terlalu rendah sehingga tidak menguntungkan.

Heran kenapa sih orang-orang pemerintahan dan DPR salah langkah bikin UU migas, kalo kata nara sumber seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah menyadarkan pentingnya harga minyak dinaikan, setelah masyarakat bisa maklum akan keharusan kenaikan harga BBM yang mengikuti harga minyak dunia, baru UU tsb diberlakukan sehingga pemain asing bisa bersemangat dijual di Indonesia dan pertamina juga gak kelabakan kayak sekarang.

Masalah minyak memang masalah vital, kasus terbaru soal saham Unocoal yang akan dijual kepada Chevron dan Perusahaan Minyak asal Cina membuat pemerintahan Amerika perlu turun tangan. Padahal kita tahu, yang namanya Amerika adalah negara yang giat banget mendengungkan pasar bebas, tapi giliran perusahaan dari negerinya akan dibeli sahamnya oleh perusahaan asal negara Cina, pemerintah merasa perlu melindungi kepentingan kebutuhan minyak negerinya. Maka tak heran meski perusahaan minyak asal Cina berani bayar lebih mahal dari saingannya (Chevron) pemerintah Amerika kayaknya musti memaksa agar penjualan sahamnya tetep dijual ke sesama perusahaan asal Amerika. Amerika yang negaranya menganut pasar bebas aja kalo udah menyangkut soal sumber energi (minyak) bagi negerinya bisa jadi gak "bebas" lagi, Indonesia yang mengaku punya UUD 45 pasal 33 malah melakukan langkah yang sebaliknya.... :(

Borong Buku

 Monday, July 04, 2005


Tanggal 2 Juli kemarin sengaja gw menyempatkan diri dateng kepameran buku di senayan. Lumayan sore gw nyampe sana habis berangkat dari sononya juga siang sih. Dibilang punya duit lebih sebenernya enggak, cuma udah jauh-jauh ke pameran mending beli sekalian aja mumpung lagi pada diskon :p

Buku yg gw beli terakhir adalah Taiko & Mushasi habis bukunya berat jadi mending terakhir aja belinya. Gw sebernya dari dulu pengen baca 2 buku ini gara-gara di 'racunin' Adila yang sering banget cerita dua buku ini (Taiko & Mushashi). Pengennya sih minjem, tapi berhubung katanya bagus... sayang kalo buku yang katanya bagus kalo gak dijadiin koleksi :). Dulu si Rhama beli Taiko juga gara-gara Adila terus kata si Rhama lumayan juga isinya tentang model-model cerita warlord lah (dan gue suka cerita model gini meski kalo disuruh mengalami hidup di zaman itu gue ogah banget)... jadi ya udah gw beli aja mumpung diskon, manfaatkan untuk membeli buku mahal ini, meski diskonnya cuma 20% yah lumayan lah harga Mushasi dari 125 rebu turun jadi 100 rebu. Taiko dari 130 jadi 104 rebu. Gak banyak emang turunnya tapi ya daripada beli di toko...

Oh iya gw jg beli komik jaman jebot... gara-garanya dulu mbak tari beli di pameran buku FIB beli Mimin, pas gw iseng baca ternyata lucu juga. Gw beli di stand SH (Sinar Harapan) 10 biji 30 rebu mayan lah... Oh iya sekedar info SH itu juga yang nerbitin komik Asterix.

Masih di stand Sinar Harapan (SH) gw jg beli buku biografi-biografi yang lumayan juga banyak jenisnya. Waktu beli gw sampe iseng ditanya segala "Hobi baca biografi ya?" gw bilang aja "Iseng mas buat baca-baca". terus gue iseng nanya "Ngomong-ngomong kok biografinya banyakan tokoh-tokoh militer sih... emang yang punya orang militer atau yang punyanya deket sama orang militer...?" Ternyata memang katanya yang punyanya punya kenalan deket para perwira, oooh pantes. Bebeberapa biografi memang ada yg bukan tokoh militer spt 100 tahun H Agus Salim, atau Soemitro yg begawan ekonomi sekaligus bokapnya Prabowo mantan Pangkostrad itu.

Lumayan diskon di stand SH ampe 50% emang buku2 stok lama sih but worthed lah dengan diskonnya. Saking banyakan stok lama, sampe ada pengunjung yang mlesetin kalo SH singkatan dari Sampai Habis.

Selain itu gw jg beli buku yang ada kaitannya dengan agama yang boleh dibilang judulnya cukup "heboh". Kalo buku bahaya JIL & FLA sih gw pengen tau apa pandangan orang tentang "aliran" ini. Dulu gw sempat ikutan milisnya dan gue gak ngarti apa-apa yang diomongin disana... maklum otak gw mungkin emang pas-pasan kalo menelaah masalah begitu :p. Kalo kata buku ini ada pernyataan yang menyesatkan dari salah satu anggota JIL spt yang menyebutkan kalo "Boleh jadi Vodka (minuman keras) itu bisa halal di Rusia karena disana sangat dingin". Di buku itu di komentari (kira-kira pake bhs gw diri) "Kalo itu alasannya, maka lain kali saya juga boleh bilang kalo saya ke puncak saya boleh berzina, karena disana sangat dingin" dan gw belum tau apa tanggapan orang JIL terhadap komentar itu...

Kalo untuk buku yang berjudul "Ada pemurtadan di IAIN/UIN" gw tertarik karena resensi buku di suatu koran. Nah mungkin ada yang pernah denger beberapa kasus ada mahasiswa yang dulu sempat mengucapkan "Anjing hu akbar", gw yang baca tulisan resensi itu geleng-geleng kepala... hebat & berani bener ya orang udah sampe berani mengganti "Allahu Akbar" dengan kata-kata itu. Selain itu, masih menurut resensi yg gw baca, acara penerimaan mahasiswa baru untuk suatu jurusan di IAIN/UIN terbentang kain bertuliskan "Selamat Datang di Kawasan Bebas Tuhan" ck ck ck... gak nyangka kalo orang IAIN/UIN lebih berani untuk membuat tulisan spt itu. Masih di tulisan resensi yang sama di bilang gak usah heran kalo kelakuan mahasiswanya seperti itu, soalnya dosennya aja bangga sudah tiga bulan tidak sholat. Apa itu bener? kalo bener astaghirullah mau jadi apa negara ini nantinya kalo dipimpin oleh intelektual (yang mengaku) muslim seperti itu nantinya... atau emang gue aja yang pikirannya "terlalu kuno" & gak ilmiah atau kurang wawasan...

Yang bikin gw makin penasaran pengen beli buku ini akibat baca resensi tentang buku ini yang ditulis oleh Indra Adil dalam buletin (atau tabloid ya?) Indonesia NewsNet yang dibagikan di Masjid UI saat mau sholat Jum'at. Judul resensinya pun heboh "Anda Ingin Murtad? Masuklah IAIN/UIN!" di resensi itu dia menuliskan ada usaha sistematis di IAIN/UIN untuk mendangkalkan akidah mahasiswanya spt yang ditulis dalam resensinya:
"...terhadap ilmu tafsir, ulumul Qur'an, hadits, mushtolah hadits, fiqh, ushul fiqh, dan ilmu-ilmu syari'ah, yang merupakan nafas ajaran islam, didangkalkan, tidak ada pendalaman sama sekali. Tetapi, yang disempalkan ke dalam otak para mahasiswa/i IAIN/UIN adalah ilmu-ilmu filsafat yang - seandainya kita pelajari dengan kritis Sejarah Islam - justru telah berjasa mengawali keruntuhan peradaban Islam."

"Jadi Primadona kurikulum di IAIN/UIN saat ini adalah mata kuliah Sejarah Pemikiran Islam (SPI) dan Sejarah Kebudayaan/Peradaban Islam (SKI). Kedua mata ajaran ini merupakan mata kuliah dasar yang wajib diikuti bagi perguruan tinggi swasta, mahasiswanya harus mengikuti ujian negara. Didalam SPI dijelaskan pemikiran dan sekte-sekte dalam Islam, tetapi dicampuradukan antara 'aliran beneran' dan 'aliran sesat'....."

Di resensi itu juga menuliskan "Kalo Snouck Hurgronje hanya membuat skenario garis besar untuk mengalahkan Ummat Islam dengan lewat budaya 'pembelandaan' maka kini di IAIN/UIN skenarionya jauh lebih canggih, Mereka merekrut tenaga-tenaga pengajar potensial untuk belajar memperdalam Islam ke Amerika, Kanada, dan Eropa. Ha, ha, ha...., memang lucu, itu sama halnya dengan kita ingin belajar budaya barat dengan sekolah ke Nigeria. Sebenernya lebih lucu lagi, karena kita semua sama mengetahui bahwa telah beratus tahun semua negara Barat tersebut adalah lawan yang nyata bagi Islam. Anda-anda yang cerdas bisa melihat kan? Betapa gamblangnya negara-negara Sekutu Barat meluluh-lantakan negara-negara Islam. Entah kalau anda-anda yang idiot....."

Provokatif? tentu saja kalo gak mungkin gue belum tentu beli buku ini ("Ada pemurtadan di IAIN/UIN"). Tapi kalo dipikir tulisan sang peresensi ada benarnya juga, suatu kekonyolan memperdalam suatu budaya bukan di tempat budaya itu lahir dan berkembang. Bagaimanapun emang seperti suatu kejanggalan belajar sesuatu supaya ahli tapi bukan sama ahlinya. Misal loe pengen jadi tukang kayu yang ahli, masak loe belajar sama tukang gali sumur? apa bener ini sebuah lelucon? Dan mungkin benar juga kata si peresensi kalo "lebih lucu lagi pihak barat adalah pihak yang sejak dulu benci dengan kebudayaan Islam". Gue gak bisa membayangkan bagaimana tenaga pegajar potensial itu bisa & mau dikirim belajar memperdalam Islam pada dosen-dosen barat yang belum tentu percaya Islam, karena dosen-dosen Barat ini sendiri ada yang belum memeluk agama Islam artinya mereka (para dosen Barat) belum percaya akan manfaat Islam bagi hidupnya sendiri. Kalo gue menganalogikan, gimana loe bisa memperdalam & jadi ahli kalkulus kalo dosen yang ngajarin loe sendiri gak yakin kalo ilmu kalkulus yang diajarkan itu nantinya akan bermanfaat? Atau kalo dianalogikan yang lainnya, bagaimana loe bakal pake barang merek X kalo produsen produk X sendiri pake produk orang lain, loe yang jadi calon pembeli bisa bertanya-tanya jangan-jangan emang produk X yang diproduksinya emang gak layak pakai. Jadi kalo dikembalikan ke para dosen-dosen Barat tadi, gimana loe bisa percaya ilmu-ilmu mereka itu akan bermanfaat bagi para pelajar kalo mereka sendiri yang mengajarkan tidak merasakan manfaat dari ilmunya. Lagipula semua orang tau, meski para pengajar boleh bangga dengan titel S2, S3 atau Professor karena keahlian mereka dalam mempelajari suatu agama, tidak ada yang menjamin kalo mereka jadi orang yang benar-benar paling dekat dengan Tuhan (kasarnya, ya antara ilmu agama yang mereka kuasai belum tentu sesuai dengan tingkah laku keseharian seperti yang disyaratkan oleh agamanya). Tau deh analogi gue pas atau gak yang jelas sih itu yang kepikiran di otak gue yang awam dan kemampuannya emang pas-pasan untuk menelaah masalah seperti itu. Gue masih lebih ngarti urusan koding dah daripada masalah gitu... Kalo contoh yang gue kasih gak sesuai konteks atau ngawur... ya sory aja, gue emang gak sejago loe-loe semua dalam urusan ginian, gue nulis ini hanya sebatas opini aja sebagai orang awam dalam masalah agama.

Ada yang menarik, di salah satu buku ini yang sempat gue baca di bagian pendahuluannya yang menyatakan seorang ulama bilang kalo pemikiran nyeleneh/sesat (atau apalah mau disebut ilmiah atau apa kek --ini tambahan dari gue) cuma buat diri sendiri mungkin gak masalah... tapi yang masalah kalo ada orang yang mau memperdalam agama di kacaukan oleh pemikiran-pemikiran ini, bisa meresahkan dan membikin ragu dalam menjalankan agama...

...yang jelas kayaknya buku ini perlu segera gue baca biar lebih terang ajaran siapa yang benar, siapa yang mengada-ngada (alias sesat) :(

Awal Juli 2005

 Friday, July 01, 2005

Koran hari ini sebagian besar memberitakan perihal tingginya tingkat kelulusan di berbagai SMU di seluruh Indonesia, bahkan ada sekolah yang semua siswanya tidak lulus. Ternyata sekarang lulus SMA makin susah, lebih-lebih kalopun udah dengan modal ijazah SMA semakin sulit bersaing dengan para pencari pegawai yang notabene tidak sedikit dari mereka lulusan S1 atau S2. Apa emang parah banget sih kualitas pendidikan di Indonesia? Emang ada yang bilang diantara negara Asia Tenggarapun kualitas pendidikan di Indonesia masih dalam level jongkok...

Berita yang lainnya apalagi kalo bukan soal KRL di 'cium' KRL, sampe jatuh beberapa korban meninggal. Semenjak tahun 2003, setau gue ini kali kedua KRL jabotabek di sruduk KRL setelah sebelumnya bulan okober 2003 juga kejadian tabrakan di daerah Bondes (Kebon Pedes) Bogor. Semenjak pintu stasiun Bogor yang baru ada ditengah-tengah, gue sekarang lebih sering naik di gerbong tengah, dan kalo gue mengamati dari dua kejadian itu sepertinya emang yang paling beresiko terkena ya di bagian gerbong belakang dan gerbong depan. Lagipula memang sebenernya KRL ini udah gak layak pakai umurnya udah lebih dari 20 tahun (kalo yang nabrak kalo gak salah keluaran tahun 1976 - bisa diliat dari nomor seri gerbong - dan itu berarti hampir 30 tahun umur kereta!). Di jepang kereta yang umurnya udah tua dibuang kalo gak di jual kenegara miskin kayak indonesia, tuh kereta pakuan yang beredar semua kereta bekas, mungkin disana kelasnya ekonomi, tapi kalo disini naik level jadi kelas eksekutif (dengan definisi eksekutif = ada AC, bisnis = ada kipas angin, ekonomi = ada AC alami + bau keringat penumpang :p)... Langkanya mendapatkan keamanan & kenyamanan dari angkutan umum :(
Oh iya gara-gara berita tabrakan itu, sampe-sampe ada sodara gue yang jauh nanyain gue gimana kabarnya, soalnya sodara gue taunya gue sering naik KRL jabotabek... alhamdulilah cobaan berat itu tidak sampe terjadi sama gue (naudzubilah... jangan sampe deh...), tapi buat yang mengalaminya semoga diberikan ketabahan (ucapan yang gampang di keluarkan namun sangat berat untuk dijalankan)

Berita lainnya dari koran hari ini, perihal keprihatinan sebagian anggota masyarakat yang melihat saat ini semakin menurunnya tingkat kesadaran para ibu untuk memberikan asi eksklusif bagi bayinya. Di koran itu disebutkan bahwa mendapatkan ASI adalah hak seorang anak. Kata koran, hal ini sebabkan kurang sadarnya masyarakat akan manfaat ASI bagi perkembangan bayi mereka, ditambah minimnya tenaga kesehatan yang katanya sih juga kurang memahami pentingnya ASI sehingga tidak memberikan penyuluhan bagi warga masyarakat tentang pentingnya ASI. Ditambah lagi, kata koran adalah jor-joran iklan-iklan susu untuk anak yang sering beredar dimasyarakat yang mengesankan bahwa susu mereka (bukan ASI) sama baiknya dengan kandungan gizi dari ASI.

Gue setuju nih, produsen-produsen kadang kebangetan juga tuh bikin iklan yang mengesankan kalo mengkonsumsi produk susu mereka adalah sangat baik, bahkan terkesan (dlm pandangan gue) lebih bermanfaat ketimbang ASI. Bukan tidak mungkin ini juga akibat saran para tenaga kesehatan... sorry dulu gue pernah denger gosip konon sebagian dokter telah bekerja sama dengan industri farmasi agar memasarkan produk mereka kepada para pasiennya. Menjalankan bisnis farmasi (obat-obatan) pastinya bukan bisnis yang murah, gue yakin tuh bikin riset untuk menemukan suatu formula obat pasti mahal. Sebagai perusahaan, keuntungan harus diperhatikan doong, nah supaya mereka gak rugi ngeluarin duit riset yang gila-gilaan mahalnya pasti mereka akan berharap kelak produkunya bisa laku terjual dalam jumlah tertentu doong, nah kalo pake cara konservatif dengan menjual di apotik atau toko-toko mungkin hasil penjualannya gak bakal sebanyak kalo menjualnya melalui dokter.

Di Indonesia, kalo yang gue perhatiin sih sebagian besar masyarakat masih menganggap omongan seorang dokter itu seperti fatwa seorang ulama. Kalo kata dokter musti pake obat ini, ya biasanya langsung nurut, lagian emang masyarakat juga tau diri kalo dirinya gak lebih tau dari dokter. Masalahnya kadang janji bagi hasil keuntungan apabila mereka berhasil menjual produk farmasi ke para pasien telah membuat kesan kalo fungsi dokter seperti menjadi ajang bisnis. Pasien yang kesusahan dimanfaatkan ketidaktahuannya untuk membeli sesuatu yang sebenernya tidak diperlukan. Gue pernah diceritaain ada orang yang sakit ke dokter, dokternya bilang perlu minum obat ini-itu, nyatanya kata temennya yang lain yang juga dokter cuma bilang, sebenernya cuma butuh istirahat beberapa hari aja, gak perlu musti beli obat ini itu yang harganya gak bisa dibilang murah, lebih-lebih bagi rakyat kecil. Mungkin dokter-dokter itu lagi ngejar setoran kali ya? habis kuliah kedokteran kan mahal... mungkin mereka harus balik modal, ditambah anggapan kalo jadi dokter bisa jadi orang kaya... mungkin sih tapi kalo sampe memaksa pasien yang kesusahan untuk membeli obat yang seharusnya tidak dibutuhkan... dimana rasa kemanusiaannya? Kalo orang jualan mungkin banyak orang masih bisa maklum, contoh kayak telpon seluler (ponsel), untuk rakyat indonesia kayaknya yang bener-bener dibutuhin dari ponsel sebenernya cuma buat nelpon dan sms aja, tapi rasanya gak mantep aja kalo beli hp bukan seri terbaru yang fasilitasnya lengkap (yah meski gak bakal semua dibutuhin.... tapi itulah hebatnya dunia periklanan!).

Ada cerita yang lucu juga soal masalah kebutuhan, gue waktu itu ngeluarin USB Falshdisk buat ngambil data-data/dokumen. Nah ceritanya ada bapak-bapak udah agak tua tapi dia termasuk punya posisi lah. Nah waktu gue ngeluarin Flashdisk dia nanya "Itu kapasitasnya berapa?". "256 Mega pak" kata gue, terus dia bilang "Wah gede juga ya " sambil ngeliatin Flashdisk USB yang dikalungin. Iseng aja gue tanya balik "Kalo punya bapak berapa pak?". "Satu giga.... itu kayak gimana ya" tanya dia. Gue bilang "Wah itu gede banget pak, 1 film VCD muat di taroh di flashdisk bapak...". "Oooo gitu ya? ini kapasitasnya kayak gimana sih?". "Yah kalo disamain dengan kapasitas disket bisa sekitar 700an disket lah pak". "Wah banyak juga ya..." dengan nada bangga. Gue disitu agak geli aja, buat orang seperti dia, buat apa punya USB Flashdisk sampe segede gitu, toh kayaknya jarang-jarang juga dia berhubungan dengan komputer, kalo mau dokumen-dokumen dia bisa nyuruh anak buahnya. Mungkin dia ngeliat anak buahnya pada punya flashdisk, kalo gak punya tengsin juga doong sebagai atasan, mungkin juga sekedar ikut trend masa kini, kesannya punya sekedar punya aja buat keren-keren tanpa tau sebenernya dia butuh apa enggak :p Tapi bagiamanapun itu hak dia... gak ada hak gue buat ikut nyalahin keputusan dia *ya iya lah!*.

Nah untuk yang kasus susu itu takutnya para dokter anak ini spt agen-agen iklan barang-barang "konsumtif" (kalo membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan berarti konsumtif kan...?) model-model "Ponsel", "Flashdisk" dll. Kepentingan utama kalah deh kalo udah urusan gengsi/duit (mgkn gue juga bisa kayak gitu entar... tapi mdh2an sih enggak deh...). Dengan sponsor dari perusahaan susu menyuruh para ibu untuk memberikan susu pabrik padahal untuk umurnya tuh bayi belum wajib/belom bener-bener butuh minum susu selain ASI. Tapi gue yakin pasti gak semua dokter kayak gitu kok, itu cuma ulah segelintir oknum (asal jangan sampe kejadian jumlah oknum lebih banyak dari yang bukan oknum)

Jelas-jelas ASI banyak memberi manfaat kenapa pilih yang lain ya? Katanya ASI meningkatkan hubungan batin si Ibu dan Anak, kadar gizinya tinggi, dapat menambah kecerdasaan anak dll. Tapi gue juga pernah denger versi lain manfaat dari ASI dibanding susu dari pabrik, seperti:

Praktis, kalo pake ASI para ibu gak perlu repot-repot bawa botol atau alat minum lainnya, gak perlu nyiapin air anget buat nyeduh, jadi kalo bepergian kemana-mana gak perlu bawa susu pabrik sehingga beban perjalanan jadi lebih ringan.

Hemat, kalo udah pake ASI berarti udah penghematan uang yang harusnya di beliin susu bisa di beliin buat yang lainnya.

Jauh dari jangkauan hewan spt kucing, tikus, kecoa dll. Ya iyalah sebelum mendekat hewan-hewan itu pasti udah digebuk dulu, sehingga ASI bisa lebih higenis daripada susu yang disimpen sembarangan (kecuali kalo ibunya gak pernah menjaga kebersihan kali ya... :p)

Dan yang juga tidak kalah penting, katanya sih kemasan ASI lebih menarik daripada kemasaan susu bubuk/kaleng. Kemasan ASI tidak hanya disuka oleh kalangan bayi/anak-anak saja tapi... *ah terusin diri aja deh :p*

Duh kok jadi ngomongin ASI sih...
~error-gara2-kehujanan&kebanjiran--sableng!