Kuda yang Hilang

 Tuesday, January 25, 2005

Dikutip dari buku "Kisah-kisah kebijaksanaan China Klasik" yang disusun oleh Michael C. Tang, terbitan Gramedia cetakan ke-2, Oktober 2004. Halaman 318.

Seorang pria tinggal dengan ayahnya di bagian utara China. Suatu hari kudanya melarikan diri ke tempat para nomaden di sebrang perbatasan. Para tetangganya datang untuk menyatakan rasa simpati.
"Bagaimana kalian mengetahui bahwa ini bukan suatu berkah?" kata ayahnya.
"Beberapa bulan kemudian, kudanya kembali dengan membawa seekor kuda nomaden yang sangat bagus. Teman-teman dan tetangga datang untuk mengaggumi kuda itu dan memberinya selamat.
"Apa yang membuat kalian berfikir bahwa ini bukan bencana?" tanya ayahnya.
Anaknya sangat menginginkan kuda itu. Beberapa hari kemudian, kakinya patah ketika sedang mengendarainya. Setiap orang datang untuk menyatakan rasa prihatin.
"Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah sesuatu yang buruk?" tanya ayahnya lagi.
Sebulan kemudian, para nomaden menduduki China, dan setiap orang pria yang sehat diwajibkan untuk berperang. China kehilangan sembilan dari setiap sepuluh pria yang dikirim dalam konflik di perbatasan. Anak petani itu tidak ikut berperang karena kondisi kakinya.

Komentar Buku: Keberuntungan dapat menjadi bencana, dan bencana dapat berubah menjadi keberuntungan. Ini adalah sebuah cerita klasik yang berintikan sifat yang tidak terprediksi dan pola siklus perubahan dalam kehidupan.

Komentar Gue: Gue suka dengan cerita klasik asal China ini, bagi gue cerita ini seperti mengingatkan bahwa sesungguhnya keberuntungan dan musibah datang silih berganti, disamping itu cerita diatas bagi gue seperti menceritakan bahwa definisi keberuntungan ataupun musibah itu relatif, tergantung cara pandang masing-masing. Takdir setiap manusia pasti berbeda-beda, ada yang terlihat baik ada yang terlihat tidak baik. Ikhlas dan bersyukur dengan takdir yang telah ditentukan-Nya sepertinya adalah hal yang terbaik yang bisa dilakukan disamping berusaha yang terbaik. Semua itu tergantung cara pandang... ya itu lah yang harus gue latih saat ini.., mengubah cara pandang (yang positif tentunya :p).

Gue punya cerita, ada seorang pria yang lulus sebagai sarjana, pada saat itu jumlah sarjana tidak banyak, sehingga lebih mudah bagi dia untuk memilih pekerjaan. Kebetulan orang itu bisa berkuliah karena mendapat beasiswa dari negara, oleh karenanya setelah lulus, dia harus menjalani ikatan dinas dengan negara yang memberinya beasiswa. Banyak dari kawan-kawannya yang di beri beasiswa oleh negara tidak mau menjalankan ikatan dinas, mereka lebih memilih "kabur" dari ikatan dinas dan bekerja di perusahaan swasta yang mampu memberikan mereka gaji yang besar. Tapi orang itu tetap bertahan menjalankan dinasnya, bahkan akhirnya meneruskan pekerjaan itu sebagai pekerjaan utamanya.

Karena bekerja sebagai pegawai pemerintahan yang jujur, tidak banyak harta yang dimiliki. Berbeda dengan sebagian teman-temannya, mereka hidup lebih kaya. Tahun berganti tahun, dan pada suatu waktu orang itu bertemu dengan teman-teman lamanya, ada dari beberapa diantaranya yang tidak hadir. Saat hal itu ditanyakan, akhirnya diketahui bahwa temannya yang tidak hadir itu sedang sakit akibat pola makan yang salah. Pria itu cukup berduka dengan keadaan temannya itu, tetapi di saat yang sama dia juga bersyukur, meski kekayaannya tidak banyak tapi ternyata dia masih sehat, sedangkan teman yang sakit itu karena banyak memiliki uang. Karena kaya, teman pria itu lebih mudah memenuhi segala keinginannya, salah satunya keinginan untuk makan yang enak-enak itu, ternyata di usia yang belum terlalu tua, teman pria itu harus menderita akibatnya. Pria ini berfikir seandainya dia kaya seperti temannya, mungkin dia juga akan menderita penyakit yang sama, karena dia sebenarnya juga suka makan yang enak-enak, hanya saja karena tidak ada uang lebih yang bisa digunakan untuk membeli makanan yang enak-enak dia jarang memiliki kesempatan untuk memakan itu, sehingga penyakit itu tidak sempat datang pada dirinya. Beruntung atau tidak pria itu, tergantung darimana kita memandangnya bukan? :)

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita dihadapkan pada generalisasi. Orang menganggap berwajah tampan atau cantik itu menarik, dalam banyak kasus mungkin memang benar. Orang yang berwajah cantik bisa dengan lebih mudah mendapatkan kemudahan ketimbang yang memiliki wajah biasa-biasa saja. Wanita yang memiliki wajah cantik memiliki lebih banyak pilihan Pria ketimbang yang wajahnya biasa-biasa, dan tentunya sebagian wanita cantik akan lebih memilih Pria yang tampan dan kaya untuk menjadi pasangannya (asli menurut gue... gak punya data statistik sih... :p), begitupula dengan laki-laki. Tapi dalam kondisi tertentu bisa jadi wajah yang tampan atau cantik bisa jadi bencana, orang berwajah cantik lebih mudah menjadi orang yang sombong ketimbang orang yang berwajah jelek. Orang cantik bisa sombong karena memiliki kecantikan, orang yang jelek lebih susah untuk sombong (dan setidaknya berfikir berkali-kali) kalau ingin menyombongkan tampangnya. Memiliki sifat sombong, tentu saja lebih memudahkan bagi orang itu untuk memandang rendah orang lain... Dalam situasi yang lainnya, orang yang cantik bisa jadi sasaran orang yang memilki niat jahat. Karena kecantikannya boleh jadi dia jadi sasaran utama sebuah pelecehan atau penodaan harga diri oleh orang jahat akibat melihat kecantikannya (ya... siapa tau?)

Suatu bencana alam (misal meletusnya gunung) secara umum bisa dianggap sebagai suatu musibah, karena banyak orang-orang yang harus terbunuh, banyak harta yang akan hilang, dan hal-hal lainnya. Tapi dilihat dari sisi yang lain ternyata dengan meletusnya gunung telah membawa berkah bagi wilayah itu, tanah menjadi lebih subur setelah gunung meletus, para penduduk dapat memanfaatkan tanah yang subur untuk bercocok tanam, penduduk juga dapat memanfaatkan pasir-pasirnya untuk dijual sebagai bahan bangunan, para pematung dapat memanfaatkan batu-batu yang telempar saat gunung meletus untuk dijadikan bahan pembuat patung, dll. Jika melihat dari sisi yang lain, hal yang dianggap bencana bisa jadi malah suatu anugrah. Semoga bencana tsunami yang melanda di kawasan asia, banjir di diberbagai daerah baru-baru ini tidak semata-mata murni suatu musibah, boleh jadi Sang Pencipta memiliki sesuatu yang lebih baik bagi kawasan yang terkena musibah itu... siapa tahu...?

Tapi gue sepertinya mulai meyakini bahwa suatu keberuntungan atau musibah semuanya tergantung dari cara kita memandang dan semuanya datang silih berganti layaknya roda yang berputar... :)

3 Comments:

Anonymous Anonymous said...

linda: waah linda suka pemikirannya :) memang segala sesuatu itu tergantung dari cara kita memandangnya....
btw alfi knapa gak bikin buku aja? kaya'nya kalo punya banyak cerita seperti ini, bagus buat dijadikan buku:)

Thursday, January 27, 2005 10:04:00 AM  

Blogger alvifauzan said...

Bikin buku? kayaknya asik juga tuh... tapi kayaknya untuk sekarang belum kebayang deh untuk nulis-nulis model beginian. Kayaknya kalo mau mantap, nulis model-model begini kalo kita sudah banyak makan asam garam kehidupan biar lebih afdol, kalo sekarang... kan masih mencari-cari 'hidup' jadi... ya 'aneh' aja :)

Kalo sekedar buat nulis, untuk sekarang ini cukup di blog dulu aja... gampang, praktis, cepat dan seharusnya lebih murah :)

Friday, January 28, 2005 1:48:00 PM  

Anonymous Anonymous said...

ijin copas ya gan...thanks...

aku suka ,,,,

p_biroe@yahoo.com

Tuesday, February 16, 2010 1:30:00 PM