Imbas Krisis BBM

 Wednesday, July 13, 2005

Krisis BBM yang sudah diberitakan sejak beberapa minggu (atau bulan?) yang lalu sampe sekarang (kayaknya) masih belum menunjukan tanda-tanda kalo kelangkaan BBM bakal segera berakhir...

Pernah gw bawa motor malem2 dari Depok, ternyata ada stasiun pengisian BBM yang kehabisan premium :( mana waktu itu malem2 lagi, ngeri aja kalo gak bakal bisa nyampe rumah gara2 gak ada bahan bakar.

Tragis, ironis dulu BBM jadi primadona yang membangkitkan perekonomian bangsa ini, sekarang mungkin kebalikannya, BBM dengan subsidinya membangkrutkan uang pemerintah. Sebagai negara penghasil minyak, konon cadangan minyak indonesia hanya sekitar 4% cadangan minyak dunia, bahkan ada yang menyebutkan kalo cuma 1% dari cadangan minyak dunia, padahal jumlah penduduk Indonesia nomor 3 besar di dunia!.

Dulu mungkin orang Indonesia masih sedikit yang punya kendaraan, sekarang hampir dimana-mana orang bisa dapat kredit kendaraan dengan lebih mudah, gak heran konsumsi BBM dalam negeri semakin meningkat, sedang jumlah cadangan minyak di Indonesia semakin menipis. Kalo gak salah dulu ada yang memperkirakan kalo dalam waktu 10 tahun mendatang mungkin cadangan minyak di Indonesia bakal habis :(. Beberapa waktu yang lalu saja posisi Indonesia di organisasi OPEC sudah dipertanyakan, alasannya sederhana OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak, tapi dari tahun ke tahun trend ekspor Indonesia malah berbalik menjadi pengimpor minyak.... :(

Katanya... sebenernya tidak ada perubahan signifikan terhadap konsumsi dan produksi minyak dunia, yang ada adalah sekarang minyak dilirik sebagai komoditi sehingga harganya melambung tinggi karena permainan pihak-pihak yang mencari keuntungan dari fluktuasi harga minyak.

Imbas dari kelangkaan BBM dan kenaikan harga minyak dunia, pemerintah sampai perlu mencanangkan gerakan pengehematan. Sampe-sampe gerakan penghematan itu berimbas pada bidang-bidang yang lain yang tidak berhubungan langsung dengan minyak, seperti soal penghematan yang dilakukan stasiun televisi untuk mengurangi jam siarannya.

Menarik (jika tidak bisa dikatakan lucu!) membaca Suara Pembaca di harian Koran Tempo edisi Rabu 13 Juli 2005 halaman A15. Judul di suara pembaca itu adalah "Hemat Energi dan Hiburan", sang penulis surat yang merupakan Redaktur Majalah Warta Pertamina mengkhawatirkan (setidaknya itulah yang gue tangkep) efek lain dari penghematan energi (yang juga sangat berkaitan erat dengan BBM) yang harus dilakukan stasiun televisi untuk mengurangi jam siaran hanya dari jam 5 pagi sampai 1 pagi. Nah si penulis surat itu bilang

"....Pada pukul 01.00 sampai 05.00 masyarakat tidak bisa menikmati lagi hiburan murah meriah. Akibatnya orang akan mencari alternatif aktifitas. Salah satunya hubungan intim ataupun seks."

"Nah, bisa ditebak jika instruksi tersebut berlaku untuk jangka waktu enam bulan kedepan. Kira-kira sekitar satu atau dua tahun berikutnya negara kita akan mengalami ledakan jumlah penduduk yang luar biasa. Apalagi di masyarakat pemakaian alat-alat kontrasepsi seperti kondo masih rendah. Ini memang hanya prediksi. Tetapi tidak ada salahnya kita bersiap menyambut ledakan ini"

Urip Herdiman K.
Redaktur Majalah Warta Pertamina
Jalan Perwira 2-4 Jakarta Pusat


Wah bapak pembaca ini sepertinya berfikirnya cukup jauh juga.... :p kalo ngomong soal kemungkinan mah semua pasti ada kemungkinannya. Jika krisis BBM (atau kelangkaan BBM) tidak jadi dibereskan yah kemiskinan mungkin aja bisa bertambah. Katanya para ekonom sepakat kemajuan suatu negara sangat berkaitan erat dengan kebutuhan akan energinya (dalam hal ini BBM termasuk sumber energi utama).

Kalo kata acara di TVRI konon sejak ada undang-undang migas (entah nomor & tahun berapa?) posisi Pertamina semakin lemah dalam dunia perminyakan di Indonesia. Menurut mantan mentri Rizal Ramli yang jadi salah satu nara sumber, memang undang-undang itu terlalu dipaksakan karena memang undang-undang pesanan dari pihak tertentu (barat?). UU itu mensyaratkan kalo suatu saat nanti pemain dalam pasar minyak bukan melulu Pertamina tapi pihak-pihak asing. Katanyanya UU tersebut membuat posisi pertamina secara bertahap semakin lemah, tapi yang juga jadi masalah pihak luar yang ingin berjualan minyak di indonesia juga enggan berjualan soalnya harga pasaran minyak (BBM) di indonesia terlalu rendah sehingga tidak menguntungkan.

Heran kenapa sih orang-orang pemerintahan dan DPR salah langkah bikin UU migas, kalo kata nara sumber seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah menyadarkan pentingnya harga minyak dinaikan, setelah masyarakat bisa maklum akan keharusan kenaikan harga BBM yang mengikuti harga minyak dunia, baru UU tsb diberlakukan sehingga pemain asing bisa bersemangat dijual di Indonesia dan pertamina juga gak kelabakan kayak sekarang.

Masalah minyak memang masalah vital, kasus terbaru soal saham Unocoal yang akan dijual kepada Chevron dan Perusahaan Minyak asal Cina membuat pemerintahan Amerika perlu turun tangan. Padahal kita tahu, yang namanya Amerika adalah negara yang giat banget mendengungkan pasar bebas, tapi giliran perusahaan dari negerinya akan dibeli sahamnya oleh perusahaan asal negara Cina, pemerintah merasa perlu melindungi kepentingan kebutuhan minyak negerinya. Maka tak heran meski perusahaan minyak asal Cina berani bayar lebih mahal dari saingannya (Chevron) pemerintah Amerika kayaknya musti memaksa agar penjualan sahamnya tetep dijual ke sesama perusahaan asal Amerika. Amerika yang negaranya menganut pasar bebas aja kalo udah menyangkut soal sumber energi (minyak) bagi negerinya bisa jadi gak "bebas" lagi, Indonesia yang mengaku punya UUD 45 pasal 33 malah melakukan langkah yang sebaliknya.... :(

0 Comments: