Lagu & Cerita Anak Indonesia
Tuesday, March 22, 2005
Karena masih siaran percobaan, Space Toon ini isinya lagu-lagu anak mulu (sekarang udah ada film kartun sih), pokoknya waktu gue masih balita juga udah denger lagu itu. Gue pikir lagu-lagu anak-anak sekarang sebagian besar agak gak berkualitas dan lagu dulu bagus-bagus, ternyata lagu-lagu jaman dulu juga ada yang ngajarin gak bener. Gara-gara di tayangin di Space Toon, gue jadi berkesempatan mendengarkan lagu yang sempat jadi favorit gue waktu kecil, yaitu "Naik Kereta Api", sekedar informasi sejak kecil gue emang suka kereta api :p *duh gak penting banget informasinya*. Liriknya kalo gak salah:
Naik kereta api, tut-tut-tut
Siapa hendak turut?
Ke Bandung-Surabaya...
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo kawanku lekas naik...
Keretaku tak berhenti lama
dst... (kalo masih ada...)
Sekilas sih emang gak ada yang salah dengan liriknya, tapi liat dibagian lirik "Bolehlah naik dengan percuma" arti bebasnya "boleh doong naik dengan gratis" karena "percuma" bisa diartikan sebagai gratis seperti kalimat iklan "Dapatkan buku cantik secara cuma-cuma untuk pembelian dua bungkus shampo merek X", disitu cuma-cuma bisa diartikan gratis.
Nah sejak kecil anak Indonesia secara tidak sadar di ajari untuk naik kereta api dengan gratis, pantes pas udah gede-nya masih banyak yang gak mau beli karcis naik kereta, pantes juga kalo PT KAI (dulu PJKA) rugi mulu, banyak yang gak mau beli karcis sih!. Terus terang gue juga gak tau apakah memang ada relevansinya lagu "Naik Kereta Api" dengan perilaku sebagian masyarakat yang gak mau beli karcis. Tapi beruntung lah... PT KAI masih memiliki pelanggan setia yang taat dengan peraturan seperti gue ini... hehehe :p dimana setiap awal bulan dia selalu setia membeli abodemen seharga 60 ribu meski sang pelanggan setia itu tidak pernah merasakan peningkatan pelayanan :( Dari dia mulai masuk kuliah harga abodemen Rp 7.500,- sampe sekarang harganya 60 ribu, dia tidak banyak merasakan peningkatan rasa nyaman kalo naik KA...
-
Apakah literatur anak-anak berpengaruh dengan kejiwaannya saat mereka dewasa, gue nebaknya ada... (nebak soalnya emang gak tau!) Buat sebagian anak Indonesia, cerita si Kancil sudah bukan barang aneh, sampe ada lagunya segala yaitu "Si Kancil Anak Nakal". Kalo gue sekarang mendengar cerita si kancil kok otak gue seperti pengen bilang nih cerita "Indonesia banget!". Si kancil adalah binatang yang cerdik (atau licik?) sudah banyak makhluk yang berhasil di kibulin (bohongi) mulai dari anjing pak tani, sampe pak tani sendiri. Aneka ragam versi cerita kancil tapi gak jauh-jauh dari menceritakan bagaimana cerdik & liciknya si kancil.
Setiap anak Indonesia sepertinya tidak ada yang tidak tahu cerita si kancil. Ketika gue udah mulai bisa mikir, gue berkesimpulan cerita kancil di satu sisi "tidak mendidik" disisi lain mengajarkan "realita". Salah satu cerita si kancil adalah kisah Singa si Raja Hutan yang terkenal punya badan yang bau semua makhluk di hutan gak tahan sama bau-nya, akhirnya cerita itu sampe juga ke Singa, dia panggil satu binatang (misalnya macan) untuk membuktikan kebenaran berita itu, dia tanya "Bener gak badan saya ini bau?". Yang ditanya menjawab "Maaf tapi benar badan tuan memang bau" marahlah si Singa sama yang ditanya itu dan dihukumlah binatang itu.
Kemudian dia tanya lagi makhluk yang lain (misalnya banteng), terus dia tanya "Bener gak badan saya ini bau?" karena sudah liat nasib orang yang ditanya sebelumnya dia bilang aja "Badan tuan tidak bau kok!", merasa bahwa yang ditanya ini bohong akhirnya si Raja hutan itu tetap menghukum binatang yang ditanyanya.
Akhirnya si raja hutan bertanya kepada si Kancil yang terkenal cerdik itu, dia masih bertanya "Apakah badan saya bau?" dengan cerdik sang kancil bersin di hadapan sang raja hutan sambil bilang "Maaf tuan, saya tidak bisa menjawab pertanyaan tuan karena hidung saya sedang pilek". Si raja hutan senang dengan jawaban si Kancil yang jujur dan tidak menyinggung harga dirinya.
Kembali ke kehidupan nyata, orang-orang seperti kancil ini ternyata dapat di temui di Indonesia. Para bawahan sering takut dengan atasan, sehingga agar atasan tidak marah para bawahannya selalu berkata "iya" sehingga pernah populer istilah "Yes Man" atau "ABS - Asal Bapak Senang" itulah sifat sebagian (tidak semua) orang-orang yang bekerja di Indonesia, takut mengkritik perilaku buruk atasan. Mungkin di indonesia memang lebih aman jadi kancil pilek...
Gue gak habis pikir bangsa yang memiliki kekayaan berlimpah ini sebagian besar masih tetap miskin, dan gue beranggapan sedikit banyak karena salah kita sendiri. Bangsa ini seperti tokoh kancil yang lebih baik mencari selamat ketimbang menegakkan apa yang seharusnya. Akibatnya pemimpin bisa berbuat sewenang-wenang mengeruk kekayaan pribadi hanya untuk dirinya, keluarga atau teman-temannya. Dan gue sempat berfikir cerita kancil ini punya andil dalam pembentukan karakter bangsa ini yang cendrung menjadi orang yang cerdik (baca: Licik) ketimbang jadi orang yang lurus (benar).
Jika di Indonesia kita memiliki karakter Kancil di luar negeri (Itali?) ada karakter Rubah, bahkan Machiavelli dalam bukunya Il Principle (Bahasa Inggris = The Prince) mengatakan suatu pemimpin harus bisa bertindak laksana singa yang kuat sekaligus laksana rubah yang cerdik, licik & gesit. Machiavelli menambahkan bahwa biasanya sulit memiliki dua sifat itu, dan jika hanya boleh punya satu sifat saja, dia akan memilih sifat sebagai rubah yang cerdik, licik & gesit.
Kalo lihat kenyataan hidup, gue kadang suka pesimis kalo suatu saat gue bisa jadi orang "baik-baik". Sebagian orang sepertinya sudah biasa menggunakan akalnya untuk memperdaya orang yang lebih bodoh bukan malah membantu memandaikan orang yang bodoh. Sifat ini sepertinya mirip dengan sifat si Kancil. Tak heran gue pernah ngobrol dengan orang yang tingkat pendidikannya biasa saja kerap memandang "sinis" orang-orang yang pandai & berpendidikan tinggi. Di mata mereka orang yang pandai seringkali memanfaatkan kepandaiannya kepada orang lain untuk menunjukan bahwa mereka orang pandai, memperbodoh & menipu orang lain yang bodoh. Padahal seharusnya tidak begitu...
Mungkin kelak gue lebih suka kalo anak-anak Indonesia mendapatkan cerita para ksatria-ksatria yang memegang teguh janji, sumpah & kesetiaan ketimbang cerita si kancil yang secara tidak langsung menggambarkan bahwa yang licik yang akan selamat atau sekedar mengeksploitasi kebodohan makhluk lain untuk keuntungan pribadi... *heran, cerita kancil kan cerita santai tapi kenapa gue jadi serius gini ya?*
Ah entah kenapa, kok rasanya secara spontan gue jadi teringat tulisan tangan temen gue di bukunya yang tertulis:
Orang bodoh kalah oleh orang pandai,Andai keberuntungan bisa dipelajari & di ciptakan...
Orang pandai kalah oleh orang yang cerdik,
Orang cerdik kalah oleh orang yang beruntung,
Orang yang beruntung biasanya adalah orang bodoh.
iya, vi. emang bener kalo elo bilang ada korelasi antara tingkah laku di masa dewasa dgn buku2 yang dibaca saat kita masih kecil. krn, cerita itulah yang akan menjadi basic dari sikap2 dan keyakinan kita akan sesuatu.
skrg ini makanya para penulis buku anak sedang berlomba-lomba utk menciptakan cerita yang mendidik tp tidak menggurui.jadi si anak ttp dpt bacaan yang sesuai dengan umurnya.
mungkin emang bener kalo cerita kancil harus diubah jalan ceritanya. supaya nanti pas anak2 dewasa, tidak jadi "kancil yang licik", tp jadi "kancil yang jujur dan menghargai ilmu pengetahuan". dan emang setiap ortu harus punya visi ttg ini.
semoga kita semua bisa mewujudkannya ya, vi. amiin.