Konfrontasi Baru Indonesia-Malaysia?

 Thursday, March 10, 2005

Dalam seminggu terakhir ini selain berita demo kenaikan BBM, ada demo yang tidak kalah heboh, yaitu soal klaim Kerajaan Malaysia terhadap wilayah Ambalat. Karena peristiwa ini bangsa ini seperti kembali menemukan rasa nasionalisme-nya. Berbondong-bondong warga negara Indonesia yang bersemangat itu turut berpartisipasi dalam gerakan anti Malaysia, bahkan di kota Makassar sudah terbentuk "Front Ganyang Malaysia".

Setelah kemenangan Malaysia atas sengketa dengan Indonesia atas pulau Sipadan & Linggitan, Malaysia semakin percaya diri untuk memperluas wilayahnya. Kalo kata berita yang beredar di berbagai media, Malaysia mempergunakan pengukuran garis batas sebagai negara kepulauan, padahal jika melihat wilayahnya, maka Malaysia adalah negara pantai, yang otomatis jarak wilayah terjauh dari garis pantai tidak sepanjang garis negara kepulauan seperti Indonesia.

Bagaimanapun jika melihat berita di media dalam negeri, sepertinya memang Malaysia cukup nekat & percaya diri memasukan perairan Ambalat kedalam wilayahnya. Wajar bila akhirnya pihak Indonesia keberatan dengan klaim wilayah Malaysia, lebih-lebih wilayah ini memiliki kandungan sumber migas yang cukup potensial. Katanya (dari berita lhoo) kalau kandungan migas di wilayah ambalat ini di uangkan bisa mencapai nilai 4 ribu trilyun rupiah, dan katanya bisa memberikan cadangan migas bagi kebutuhan migas dalam negeri Indonesia sampai sekitar 30 tahun... wow kalo sudah begitu sih wajar sekali kedua negara ngotot mempertahankan wilayah Ambalat ini. Tanpa sumber daya yang berlimpah saja jika sudah menyangkut klaim wilayah bisa sampai urusan serius apalagi ada sumber daya alam yang berlimpah.

Langkah TNI utamanya TNI-AL sudah cukup bijak dengan mengintensifkan patroli di wilayah Ambalat ini, karena bagaimanapun wilayah ini harus di jaga agar tidak timbul hal-hal yang diinginkan. Kalo menurut gue, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk hubungan Indonesia-Malaysia, TNI sudah harus lebih (dan kayaknya sih udah) menyiagakan pasukannya di sekitar perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia. Kalau perlu pasukan dari unsur TNI-AD seperti Kostrad, Kopassus dan Kodam-Kodam terdekat (Kodam VI & Kodam VII?) perlu meningkatkan latihan. Dari unsur TNI-AL seperti Komando Armada Laut Timur & Barat perlu menyiagakan kapal tempur, dan dari unsur Korps Marinir perlu melakukan latihan pendaratan amfibi di sekitar pulau-pulau di wilayah Ambalat kalo bisa seperti latihan perang bersama di kepulauan Natuna yang pernah dilakukan Indonesia pada era presiden Soeharto. Dan tentu saja dari TNI-AU perlu menyiagakan pesawat tempurnya di bandara-bandara udara yang dekat dengan wilayah Malaysia. Mungkin juga perlu dilakukan latihan terjun payung untuk pasukan Lintas Udara (Airborne) Kostrad, Kopassus ataupun Paskhas.

Menurut jendral asal Prussia di era Napoleon I (abad 19), Karl von Clausewitz (gue pengen cari bukunya): "Perang tidak lain adalah kelanjutan dari politik dengan tambahan berbagai kepentingan" (War is nothing but a continuation of politics with the admixture of other means). Ketika nantinya keputusan politik antara Indonesia dengan Malaysia tidak tercapai kesepakatan maka bukan tidak mungkin perang adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan masalah ini, karena bagaimanapun perang erat kaitannya dengan masalah politik.

Sebagai warga negara Indonesia, gue cukup bangga juga dengan semangat orang-orang Indonesia yang ramai mendaftarkan diri menjadi relawan/milisi jika nantinya perang pecah antara Indonesia-Malaysia. Setidaknya hal itu menunjukan bahwa bangsa ini masih memiliki rasa nasionalisme (atau patriotisme?) meskipun selama ini hubungan antara Pemeritah dan Rakyatnya lebih sering terlihat tidak mesra. Terlebih di awal bulan Maret ini keputusan pemerintah menaikan harga BBM menimbulkan rasa tidak suka rakyat kepada pemerintah. Bahkan sepertinya ada kecendrungan demo anti kenaikan BBM harus 'bersaing ketat' dengan demo anti pemerintah Malaysia. Semangat anti Malaysia ini mungkin juga akibat dari penumpukan rasa kecewa bangsa ini terhadap masalah pengusiran TKI Ilegal yang tidak manusiawi, pencurian kayu-kayu ilegal oleh orang-orang Malaysia... jadi mungkin udah numpuk kali ya... kekecewaan bangsa ini sama Malaysia...

Apakah mungkin kasus sengketa Ambalat ini di rekayasa untuk mengalihkan demo-demo anti kenaikan BBM yang marak akhir-akhir ini? bisa ya, bisa tidak... atau ini sekedar akal-akalan media masa untuk meningkatkan rating ataupun oplah mereka?. Beberapa media dalam negeri memang terlihat cukup bersemangat menampilkan berita sengketa Ambalat ini. Bahkan ada salah satu stasiun televisi swasta nasional milik SP begitu bersemangat sekali menampilkan masalah sengketa ini, kadang kalo menurut gue terkesan "terlalu mendramatisir". Beberapa tayangan di bumbui dengan musik "Maju tak Gentar" karya C. Simanjuntak, seolah-olah negeri ini benar-benar akan berperang :p. Tidak ada yang salah sih dengan semangatnya pemberitaan ini, hanya perlu diperhatikan bahwa berita sebaiknya di sampaikan secara obyektif dan berimbang. Tidak perlu terlalu mendramatisir lah, ya... sebisa mungkin proporsional... (kayak gue tau aja arti dari proporsional... biarin... biar bahasanya keliatan keren :p hehehe)

Sebenar apapun posisi Indonesia atas kepemilikan wilayah Ambalat, hendaknya dalam masalah sengketa ini pemerintah harus lebih bijak, sebisa mungkin menggunakan jalan diplomasi, tapi sepertinya tidak perlu membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional seperti kasus Sipadang Linggitan. Karena untuk masalah sengketa ini, (katanya sih) posisi Indonesia lebih kuat. Sebisa mungkin pemerintah menghindari konflik bersenjata dengan Malaysia karena jika sampai terjadi perang, besar kecilnya bisa berdampak buruk bagi rakyat Indonesia langsung ataupun tidak langsung.

Menurut filosof perang & jendral dari Cina sekitar tahun 2300 SM, Sun Tzu dalam bukunya "Seni Berperang" (Art of War): Perang sangat penting karena menyangkut hidup dan matinya suatu negara, perang berpengaruh terhadap kekayaan negara. Karena itu jika nantinya jalan diplomasi Indonesia sudah buntu, maka perlu pemikiran yang sangat cermat sebelum pemerintah Indonesia memutuskan untuk berperang.

Sebagai pengatur negara ini hendaknya pemerintah tidak terlalu terpengaruh untuk berperang hanya karena semangat "Ganyang Malaysia" yang di gembar-gemborkan sebagian rakyatnya (Sebenarnya "Ganyang Malaysia" merupakan istilah Presiden Soekarno yang bereaksi atas pembentukan negara Malaysia tahun 60-an). Tapi pemerintah juga jangan sampai mematahkan/mematikan semangat warganya yang sudah ramai-ramai mendaftarkan diri menjadi relawan/milisi. Jika nantinyanya terjadi perang Indonesia-Malaysia, mungkin rakyat seperti inilah yang akan turut meringankan beban pemerintah dalam berperang.

Dari 5 faktor pertimbangan untuk melakukan perang (menurut Sun Tzu), pertimbangan pertama yaitu "Alasan Moral" sepertinya sudah ada di tangan negara Indonesia ini. Tinggal ke 4 faktor yang harus ditelaah oleh pemerintah apakah sudah di persiapkan/belum? yaitu faktor "Alam", "Situasi", "Kepemimpinan" dan "Disiplin"

Semoga pemerintah bisa bertindak bijaksana dalam menyikapi perselisihan wilayah Indonesia-Malaysia dan pemerintah juga tetap tidak melupakan prioritas menjaga keutuhan wilayah negeri ini. karena jika masalah ini tidak diperhatikan, bukan tidak mungkin suatu saat negara lain akan memanfaatkan kelemahan pemerintah Indonesia ini sehingga akan nantinya dapat menimbulkan kerugian bagi bangsa Indonesa...

Apakah anda sudah siap "Mengganyang Malaysia"? :)

0 Comments: