Tahun Baru

 Friday, February 11, 2005

Baru 1 bulan lebih merayakan tahun baru masehi, kini dalam bulan dan minggu yang sama di bulan Februari 2005 masyarakat Indonesia merasakan kembali libur tahun baru, yaitu tahun baru imlek yang jatuh tanggal 9 Februari 2005 Masehi, dan tanggal 10 Februari 2005 Masehi dirayakan sebagaian umat Islam sebagai tahun baru dalam kalender Hijriah.

Tahun baru biasanya dijadikan suatu momentum untuk merancang harapan, cita-cita, atau menetapkan resolusi ditahun yang akan dijalani. Tapi entah lah... sejak dulu-dulu, yang namanya tahun baru, gue kok ngerasa tidak merasa banyak cerita yang menarik untuk di ceritakan, sepertinya setiap tahun baru selalu lewat tanpa ada kenanangan yang signifikan bagi jiwa, semuanya lewat begitu saja laksana debu-debu kering yang hilang menyebar entah kemana karena tiupan angin yang keras. Lewat tak bersisa. Tahun baru acaranya selalu gitu-gitu aja gak beda. Dulu waktu jaman TV-TV masih dikit dan jam siarnnya gak sampe tengah malam, tahun baru baru terasa sedikit istimewa, karena TV-TV menayangkan acara-acara yang menarik seperti film-film action atau apalah, baru deh tahun baru bisa disebut 'All Night Long', enak bisa nonton TV.

Kalo gak nonton TV, kadang-kadang kalo temen-temen gue ngadain acara bakar ayam ya gue suka ikutan. Tiap taun pasti selalu ada acara tahun baruan, dan gue makin lama ngerasain seringnya melewati tahun baru, rasanya sekarang-sekarang ini tahun baru bukan jadi hari yang spesial lagi bagi gue... serasa gak beda dengan hari-hari biasa. Entah ini perasaan gue aja.

Ketimbang ngerayain, gue lebih tertarik nonton TV yang menyiarkan berita perayaan tahun baru. Malam tahun baru china dihabiskan buat ngoreksi soal, malam tahun baru hijriah semalam suntuk di habiskan buat main game. Bener-bener malam yang 'standar' dan cendrung tidak bermanfaat (gue tahu main game itu buang-buang waktu tapi kalo lagi asik main susah menghentikan kebiasaan yang 'agak buruk' itu).

Dulu mitosnya kalo tahun baru cina (imlek) biasanya seharian hujan gak berhenti-henti, dan kemarin gue amati kok kayaknya gak hujan seharian cuma gerimis kadang-kadang. Berarti mitos itu gak terbukti untuk tahun ini (setidaknya di tempat gue tinggal). Mengamati acaar tahun baru di TV-TV, semenjak tahun 1998 sepertinya makin kesini gue menangkap kesan acaranya lebih heboh seolah-olah sudah jadi tahun baru bagi semua orang.

Masih mengamati dari TV, sepertinya heboh acara tahun baru yang cuma beda satu hari antara imlek dan hijriah, sepertinya lebih banyakan iklan-iklan acara menyambut imlek, ketimbang menyambut hijriah. Kalo menurut logika jumlah orang islam di Indonesia lebih banyak ketimbang etnis tionghoa yang merayakan imlek, tapi sepertinya media TV lebih banyak menayangkan acara-acara menyambut imlek. Ah itu mungkin perasaan gue aja kok... gue gak bermaksud apa-apa cuma pengen mengamati secara amatir.

Gue coba menduga-duga kenapa acara menghadapi tahuh baru hijriah yang menurut pengamatan gue kalah pamor ketimbang perayaan imlek yang nota bene baru bebas di ekspresikan setelah orde baru tumbang. Gue mengamati sepertinya orang-orang islam di indonesia memang tidak memiliki kultur merayakan pergantian tahun secara besar-besaran sejak dulu. Berdasarkan pengamatan gue yang boleh dibilang ngawur, gue melihat orang etnis tionghoa (cina) adalah etnis yang memegang teguh tradisi leluhur yang memiliki sejarah panjang, kuat berakar, dan sepertinya tahun imlek adalah perayaan yang terbesar diantara perayaan lainnya (maklum selain tahun baru imlek, gue gak tau hari-hari besar bagi etnis tionghoa).

Bukan tidak mau merayakan besar-besaran tahun baru hijriah, tapi memang sepertinya setiap kaum memiliki waktu perayaan yang benar-benar dianggap paling besar dibanding hari besar lainnya. Untuk orang islam di Indonesia, perayaan yang besar diantara yang besa tentu saja perayaan setiap tanggal 1 Syawal atau hari raya Iedul Fitri (Lebaran) melebihi perayaan Iedul Adha, tahun baru hijriah, atau tahun baru hijriah. Orang Kristen pada umumnya (kecuali Kristen ortodox?) memperingati hari besar diantara hari besarnya setiap tanggal 25 Desember, disamping hari-hari besar lainnya (Paskah, dll?). Dan khusus untuk bangsa Indonesia, tentu saja hari-hari terbesar yang dirayakan dibanding hari besar lainnya ya tanggal 17 Agustus, disamping tanggal 10 November (Hari Pahlaman), atau tanggal 5 Oktober (Hari TNI), dll.

Jadi sepertinya memang penekanan hari perayaannya berbeda-beda tergantung seberapa penting suatu kaum memandang suatu tanggal sebagai hari yang penting. Meski diatas kertas umat Islam dikatakan sebagai pemeluk terbesar di Indonesia, tapi perayaan hari-hari islam memang tidak banyak yang terlalu terasa di masyarakat, kecuali Iedul Fitri dan Iedul Adha. Khusus Indonesia mungkin yang benar-benar dirayakan secara besar adalah Iedul Fitri atau Lebaran. Mungkin perasaan gue ini hanya sekedar perasaan gue aja, tapi gue ngerasainnya seperti itu. Meski begitu, ternyata di suatu suku yaitu suku Jawa terutama yang bermukim di sekitar kota Yogya atau Solo, acara tahun baru hijriah dirayakan secara besar-besaran, tak ubahnya seperti etnis Tionghoa merayakan imlek secara besar-besaran.

Secara langsung melihat belum, gue baru liat sebatas dari layar TV kalo ternyata orang jawa utamanya yang mempercayai kejawen begitu menghormati pergantian tahun ini seperi orang cina (Wah kayaknya sekali-kali gue perlu melakukan 'pengamatan amatir' tentang kemiripan etnis Tionghoa dengan etnis Jawa :p) dengan melakukan suatu ritual-ritual tertentu, yang jelas bukan semata-mata ritual keduniawian semata seperti lebih sering terlihat pada pergantian tahun baru masehi . Bagi orang jawa tanggal pergantian kalender hijriah sekaligus kalender jawa lebih dikenal sebagai 1 suro dirayakan secara sakral. Saking hebohnya nih tanggal, kalo di sebut 1 suro ingatan gue langsung teringat dengan filmdengan judul yang sama 'Malam 1 Suro', bintangnya siapa lagi kalo bukan ratu horor -- sussana :).

Ternyata ada juga orang di Indonesia (utamanya orang jawa) yang masih memaknai pergantian tahun hijriah, meskipun sebenarnya bagi orang jawa lebih tepat merayakan pergantian tahun kalender jawa ketimbang pergantian tahun kalender hijriah. Berkat jasa Sultan Agung dari kerajaan Mataram, kalender jawa di ubah hampir persis mengikuti tanggal-tanggal pada kalender hijriah. Mungkin jika Sultan Agung tidak merubah kalender jawa seperti kalender hijriah, mungkin pergantian tahun hijriah setiap tahunnya bakal lebih kurang 'heboh'.

Gue susah mengganti padanan kata 'heboh', karena kalo nonton di TV emang sepertinya orang jawa merayakannya dengan lebih 'heboh' ketimbang yang lain. Kalo di kota Solo (Surakarta) biasanya acara yang heboh adalah kirab keliling kota 'Kebo Bule' (kayaknya sih itu kerbau albino). Bayangkan, di zaman yang sudah canggih ini ternyata orang-orang masih begitu antusias menonton kirab itu, bahkan kotoran dari kerbau albino itu dipercaya dapat membawa keberkahan bagi mereka yang mendapatkannya, padahal kalo menurut logika gimana caranya coba?. Di kota yogya sepertinya juga ada acara model-model kirab gitu, spesifiknya gue juga gak tau sih. Kalo di Yogya itu biasanya yang menarik untuk diamati adalah acara 'ngalap berkah' dari 'gunungan' yang dikeluarkan oleh keraton setiap 3 kali dalam setahun yaitu pada saat Iedul Fitri, Iedul Adha, dan satu lagi gue ragu apakah pada saat tahun baru apa saat maulid, yang jelas ada acara yang lain dari hari biasanya deh. Beberapa orang jawa melakukan ritual kungkum atau berendam di sungai semalaman dari malam hingga sekitar subuh. Manfaatnya apa ritual kungkum ini gue juga belum jelas benar.

0 Comments: