Janji Pemerintahan yang Baru

 Thursday, October 21, 2004

Akhirnya.... kemarin secara de yure Indonesia telah memiliki pemimpin yang baru yaitu Soesilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya M. Jusuf Kalla. Sayangnya acara pelantikannya tidak dihadiri oleh presiden pendahulunya... ibu Megawati Soekarno Putri
Eh gue sampe bela-belain masuk siang cuma buat nonton pelantikannya :p sama juga dengan hari ini yang nonton pelantikan mentri kabinet yang baru (apa sih nama kabinetnya?)

Semalam, sempet juga pengen nonton pengumuman nama kabinet baru... sayangnya kok terlambat dari jadwal yang dijanjikan. Ada falsafah Jawa mengenai kepemimpinan yang pernah gue baca dari suatu buku yaitu seorang pemimpin haruslah memiliki sifat Sabda Pandhita Ratu yang kalo gak salah (sekali lagi kalo gak salah) artinya ucapan seorang raja (pemimpin) jika sudah dikeluarkan tidak boleh ditarik lagi (berubah-ubah) atau dengan kata lain ucapan seorang raja/pemimpin harus bisa dipegang (tangan kali di pegang...)

Nah gue terus terang agak kecewa dengan penguduran jadwal pengumuman ini. Berarti dia sudah mengingkari janjinya sendiri... kalo menurut gue... seandainya dia gak sanggup untuk mengumumkan jam 8 malam gak usah deh di paksain ngejanjiin jam segitu, soalnya kan yang nunggu jadi kecewa. Toh hari esok pun masih bisa. Setelah gagal jam 8 malam ternyata di undur dan dijanjikan jam 11 malam akan diumumkan dan ini ternyata tidak ditepati lagi, karena molor lagi jadi jam 11.40 (katanya lho, soalnya gue dah tidur cape nungguin).

Gue sih gak mempermasalahkan jam berapa di umuminnya, yang gue permasalahin adalah janji, gimana mau mewujudkan janji saat kampanye kalo untuk janji mengumumkan kabinet saja ternyata dilanggar oleh dirinya sendiri. Ingat seorang pemimpin itu harus Sabda Pandhita Ratu, ucapannya bisa dipegang, tidak mencla-mencle, Tegas!!!...

Gue jadi teringat dengan kisah Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang pada tahun 1978 meminta berhenti dari jabatannya sebagai wakil presiden RI. Banyak kalangan yang menyayangkan tindakannya, karena tenaganya masih dibutuhkan oleh negara. Tapi apa mau dikata, Sri Sultan Hamengkubuwono IX sudah berkata bahwa dia akan mengundurkan diri jadi tidak ada kata-kata yang lain selain melaksanakan ucapannya itu yaitu mengundurkan diri dari jabatannya... salut dengan beliau yang konsisten dengan ucapannya.

Atau dalam kisah Mahabarata, terus terang gue gak apal nama guru dari Kurawa dan Pandawa (Bisma?). Dimana pada saat perang Baratha Yudha akhirnya sang guru ini akhirnya berpihak pada Kurawa yang dipercaya berada dalam posisi yang "jahat" tapi meskipun begitu ternyata dibalik pendukungannya si guru ini adalah karenan janjinya pada Kurawa jauh-jauh hari sebelum perang pecah. Pantang bagi seorang ksatria untuk menarik janjinya... dan itu dilaksanakan meskipun "mungkin" sang guru itu tahu bahwa yang dibelanya itu tidak benar. Tapi janji tetaplah janji....

Kalo baca sejarah pembagian kerajaan Mataram melalui perjanjian Giyanti, tampak sekali hal ini terjadi karena sikap sang raja (Pakubuwono II) yang tidak menepati janji. Jadi alkisah si Pakubuwono II ini kesulitan menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran yang mendapat julukan Pangeran Samber Nyowo, kelak dia pendiri dinasti Mangkunegara. Nah karena kewalahan Pakubuwono II mengutus saudaranya pangeran Mangkubumi untuk membasmi pemberontakan pangeran samber nyowo ini dengan janji imbalan berupa tanah di daerah Sukowati yang konon katanya sekarang berada di wilayah Sragen.

Pemberontakan itu berhasil dipadamkan, pangeran Mangkubumi menuntut tanah yang dijanjikan, ternyata sang raja (Pakubuwono II) mengulur-ngulur waktu penyerahan dan akhirnya ternyata tidak jadi diserahkan akibat pengaruh patihnya. Patih dari Pakubuwono II ini mengingatkan sejarah akan berulang apabila Pakubuwono jadi menyerahkan wilayah Sukowati.

Menurut beberapa buku yang pernah gue baca, Mataram didirikan oleh Ki Ageng Selo (sekali lagi kalo gak salah ya..) yang karena pihak Ki Ageng Selo berhasil menumpas pemberontakan musuh-musuh dari Kerajaan Pajang. Raja Pajang yang berkuasa saat itu ketika mudanya dikenal sebagai Joko Tingkir atau Mas Karebet. Karena berhasil maka sesuai dengan janji Ki Ageng Selo akan diberi tanah di daerah selatan (yang kini kira-kira daerah Yogya). Tapi ternyata menurut ramalah bahwa tanah yang akan diberikan kepada Ki Ageng Selo ini nantinya akan jadi daerah penting di tanah Jawa. Karena ramalan tersebut raja Pajang terpaksa mengulur-ngulur dan menjanjikan wilayah tanah yang lain. Ki Ageng Selo menolak dan protes. Dan atas desakan dari tokoh-tokoh yang disegani bahwa ucapan seorang raja haruslah ditepati maka dengan terpaksa Raja Pajang menghadiahkan tanah itu tapi dengan syarat bahwa Ki Ageng Selo tidak akan memberontak dan akan tetap menganggap kerajaan pajang sebagai kerajaan atasannya. Ki Ageng Selo menyanggupinya... Setelah Ki Ageng Selo wafat anaknya (Senopati?) menggantikan, tapi raja yang baru ini tidak mau mengakui keberadaan Pajang sebagai kerajaan atasannya dan terjadilah pertempuran dimana dimenangkan oleh keturunan Ki Ageng Selo, Pajang justru menjadi wilayah bawah dari kerajaan yang baru saja didirikan yaitu Kerajaan Mataram (Islam) --sebelumnya juga telah ada kerajaan yang sering disebut sebagai Mataram Kuno/Hindu.

Nah hal seperti itulah yang ditakuti oleh Pakubuwono II dan patihnya, akhirnya Pakubuwono II terpaksa melanggar sendiri janjinya... dan akibatnya pemberontakan tidak dapat dihindarkan lagi. Kali ini Mangkubumi justru bekerjasama dengan mantan musuhnya Pangeran Samber Nyowo untuk berontak pada raja. Lebih-lebih saat itu Pakubuwono II sudah berusia lanjut dan umurnya dirasa tidak akan panjang lagi, akhirnya dia meminta tolong pada Belanda untuk memastikan bahwa anaknya yang menjadi Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota) bisa meneruskan kerajaannya sebagai Pakubuwono III. Belanda mennyanggupinya dan Belanda menganggap permintaan itu juga sebagai bentuk penyerahan kerjaaan Mataram kepada Belanda.

Karena melanggar janji, akhirnya dinasti Mataram harus berakhir dengan pembagian dua kerajaan yaitu Kasunanan Surokerto di Solo dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di Yogya. Dan nasib kerajaan-kerajaan itu tidak pernah bisa merdeka sepenuhnya karena kerjaan-kerajaan itu akhirnya jadi kerjaan yang selalu berada dibawah bayang-bayang kerjaaan Belanda.

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari peristiwa yang telah terjadi sebelumnya, contohnya yaitu tadi soal janji raja Mataram (Pakubuwono II) yang ingkar secara tidak langsung membawa perpecahan dalam kerajaannya...

Gue hanya menginginkan pemimpin Indonesia yang sekarang ini bisa memegang janjinya seburuk apapun pilihan itu, kalo sudah berjanji maka harus ditepati!!! makanya jadi pemimpin itu gak gampang.... kalo modal janji kosong, semua juga bisa, gue juga bisa kalo gitu. Tapi mewujudkan janji-janji terutama saat kampanye di Pemilu kemarin tuh gue kok gak yakin pada bisa melaksanakan janjinya....

Jangan sampai deh Pemimpin-pemimpin Indonesia yang sekarang mengingkari janjinya sendiri.... ingat karena tidak menepati janji secara tidak langsung Mataram terbagi-bagi hingga akhirnya kini ada 4 Dinasti... apa mau nanti Indonesia pecah jadi banyak wilayah? ya gue tau memang SBY gak pernah janji soal krusial hanya masalah pengumumam susunan kabinet... tapi gue menanggap itu janji... penting bagi seorang pemimpin untuk memenuhi janjinya! itu sebenernya pokok persoalannya! Janji!

Meskipun begitu gue tetep ucapkan selamat buat para pemimpin baru republik ini, ingat jangan berjanji terhadap hal-hal yang anda tidak yakin bisa kerjakan!!!! muak gue denger janji-janji kosong para pelacur politik, penjual harga diri bangsa selama ini! *sorry kasar... emang gitu kan kenyataannya?*

0 Comments: