Interview

 Tuesday, August 12, 2008

Hari ini gw dapet tugas... menginterview orang, jumlahnya lumayan, 3 orang :). Gile gak nyangka juga gue... akhir-akhir ini gue jadi suka di suruh meng-interview orang, padahal biasanya gue kan yang suka di interview waktu pas ngelamar pekerjaan :D

Terus terang pengalaman menginterview cukup menarik juga. Gue jadi inget pertama kali interview rasanya aneh aja... biasa di interview tiba-tiba berada di posisi harus meng-interview, tapi namanya tugas ya harus di laksanakan walau gue sampe sekarang tetep kurang PD kalo harus interview sendiri, lebih sering gue berdua ama temen gue menginterview. Tapi seru juga... kesannya kita udah gimana gitu.... udah bisa mengiterview orang, padahal kitanya sendiri juga mungkin ngerasanya gak terlalu jago banget...

Pengalaman menginterview gw mungkin gak terlalu banyak, sama yang hari ini... jumlahnya bisa diitung dengan jari, yah sekitar 8 orang lah, yang akhirnya di terima 2 orang. Dan dari 2 orang itu gue cukup puas karena secara skill kedua orang itu lumayan OK pekerjaannya :D yah lumayan juga sih bisa merasakan meng-assess kemampuan orang :p

Gue bersyukur pernah punya pengalaman pake beberapa framework, seperti spring framework, hibernate, apache commons, dll, karena framework ini lah yang biasa gue tanyain waktu interview, ternyata tidak semua orang yang dipanggil wawancara cukup familiar dengan framework tersebut. Kadang gue juga suka nanya perbedaanya antara "Abstract Class" dengan "Interface", kadang juga nanya soal "Design Pattern"-nya si Gang of Four (GoF - Erich Gamma, Richard Helm, Ralph Johnson, & John Vlissides) walau gue sendiri belum hafal semua, tapi setidaknya kalo orang yang di interview bisa jawab minimal menyebut salah satu pattern, setidaknya gue jadi bisa menilai kalo orang ini cukup memahami konsep OOP (Object Oriented Programming), dll.... Btw mungkin juga anda-anda tidak sepakat dengan pendapat gue ini, gak papa kok... ini emang opini gue aja sih dalam menilai konsep OOP seseorang :D

Di interview, biasanya suka di kasih soal test buat di jawab sebelum masuk ke interview. Entah kenapa ya? kalo gue pribadi lebih suka, atau lebih senang menilai orang dari wawancara ketimbang lihat hasil soal test yang dikerjainnya, karena dari situ kita bisa lihat respon orang yang kita interview. Ada yang di testnya biasa-biasa aja, tapi setelah di pancing saat interview, ternyata dia bisa melakukan atau menguasai suatu tertentu. Atau ada juga di CV tertulis menarik, setelah di wawancara ternyata biasa saja... cukup menarik.

Gw sempet dapet orang yang udah dapet SCJP Java 5, gue udah mikirnya bakal jago banget, dan gue bisa merasa keder kalo nanya-nanya, karena gue sendiri belum pernah ambil SCJP :p, tapi setelah di jalanin dengan mengiterview ternyata biasa-biasa aja, gak wah-wah banget skillnya, beberapa konsep tidak terlalu di kuasai, beberapa class juga tidak terlalu diingat. Contohnya, ada pertanyaan "class java apa aja yang ada di package "java.util"? Terus terang dulu gue juga jarang pake jadi kurang tau, tapi setelah lebih sering main di di dunia Java, secara tidak sadar kita jadi lebih tau, class apa aja... seperti Map, List, Set, Date, dll, nah jadi dari pertanyaan "class java apa aja yang ada di package java.util.*?" itu bisa dijadikan salah satu bahan penilaian apakah seseorang berpengalaman dengan Java API apa tidak?. CV boleh aja bilang "gue bisa ini bisa itu", tapi kadang pertanyaan tertentu saat interview bisa lebih di gunakan untuk menentukan atau menilai seberapa "hands-on" seseorang dengan suatu teknologi.

Hal lain yang gue pelajari selama menjadi peng-interview adalah..., kadang menilai seseorang untuk diterima kerja atau tidak itu ternyata sangat subyektif. Boleh jadi dia jago, di wawancara OK, tapi ya kadang kalo emang gak ada "chemistry"-nya ya gak bisa juga untuk diterima, atau bahasa halusnya... dan hal itu masih belum bisa di jelaskan secara akal sehat dan logika oleh gue... Untuk riwayat pendidikan, entah kenapa gue rasanya kurang terlalu memperhatikannya... Gue lebih suka langsung lihat CV dari pengalaman kerjanya ketimbang dia jebolan universitas mana atau berapa IP-nya... Tapi kalo untuk "fresh graduate" kadang jadi lihat tempat kuliah dan IP-nya...

Pernah gue meng-interview orang yang lulusan dari suatu universitas terkenal dari Australia, sebut saja "M University", ternyata pengalamannya menurut gue masih agak kurang, dan waktu pas di tanya memang sepertinya kurang menguasai pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan. Yah hasilnya bisa di tebak, gue sama temen gue gak merekomendasi orang ini ke HRD, kami malah menerima orang yang baru lulus beberapa bulan dari universitas lokal, meski dia tidak terlalu banyak pengalaman, entah kenapa dari cara dia menjawab dan menerangkan, kami mendapat kesan kalau orang ini bisa di kembangkan kemampuannya walau dia belum terlalu paham dengan pertanyaan yang kami ajukan. Dan setelah di terima, hasil pekerjaannya cukup lumayan untuk ukuran orang baru lulus.

Kadang gue mikir setelah itu, "Orang di terima pekerjaan itu emang kadang gak semata-mata karena kemampuan, tapi butuh hoki juga", gak tau ya pendapat gue itu bener apa enggak.... tapi yang jelas perasaan gue sekarang sih kayak begitu.... "Hoki" atau "Keberuntungan" memang suatu hal yang masih misteri :D

2 Tahun Sudah...

 Monday, August 11, 2008

Kemarin temen istri gue nikah, kami berdua menghadirinya. Tempat resepsinya cukup besar dan mewah untuk ukuran kota Bogor, letaknya pun strategis, tidak terlalu jauh dari ujung tol Jagorawi, yah sekitar 100an meter, dan yang tidak kalah penting, makanannya enak! :) Konon katanya untuk menyewa gedung ini saja paling tidak harus merogoh kocek sekitar 30juta, itupun kosong, tidak termasuk yang lain-lain hanya sewa gedung saja. Tamu undangannya pun tidak sedikit, karangan bunga tampak bertebaran dari berbagai Perusahaan, termasuk karangan bunga dari seorang mentri. Sudah pasti yang menggelar hajatan ini bukan orang biasa, setidaknya pejabat eselon menurut dugaan gue.

Kadang kalo melihat resepsi semewah itu, rasanya sayang juga mengeluarkan uang sebanyak itu "hanya" untuk resepsi pernikahan. Terus terang ini jelas subyektif pendapat gue aja, karena kalo menurut pendapat gue nilai itu kalo di uangkan jumlahnya bakal lumayan untuk menyambung kehidupan setelah menikah, seperti beli rumah atau beli kendaraan :) Kebetulan gue juga dapet cerita (dasar gossip :p) kalo pengantennya sendiri secara penghasilan biasa aja, jadi gue ngebayangin bahwa cash flow keuangan keluarga baru ini bisa (agak) kacau, karena biasanya harus membeli atau membayar kebutuhan rumah tangga yang dasar, kecuali kalo mereka memutuskan masih mau tinggal di rumah orang tua/mertua mungkin bisa lebih ringan atau bahkan bisa jadi masih dapet subsidi dari orang tua :).

Gue sendiri jadi inget kalo gue ternyata udah 2 tahun menikah, dan teringat masa-masa di mana gue sering bolak-balik tinggal di rumah orang tua dan mertua, jadi kadang 2 minggu di orang tua dan 2 minggu di mertua. Jadi kalo tinggal di mertua kadang suka ditelponin sama orang tua, begitu juga istri kalo tinggal di orang tua gue suka di telpon sama orang tuanya (mertua gue). Yah namanya juga orang tua ya... mungkin masih belum bisa 100% melepas begitu saja anaknya...

Suatu saat persisnya bulan Agustus 2006 atau 1 bulan setelah gue menikah, kawan istri gue nelpon gue pengen ngobrol-ngobrol dengan istri dan gue, kebetulan rumahnya gak terlalu jauh dari rumah mertua gue. Ternyata kawannya istri gue ini (dan gue baru nyadar kalo dia ternyata satu SMP ama gue :p) mau melahirkan. Nah berhubung dia mau melahirkan, dia berencana selama 6 bulan setelah kelahiran dia mau tinggal di rumah orang tuanya, karena kantornya dia lebih dekat ke rumah orang tuanya. Akibatnya dia meminta kami untuk "menjaga" rumahnya selama 6 bulan. Terus terang buat kami itu rejeki tersendiri karena setelah satu bulan memang sempet kepikiran untuk ngontrak sendiri, eh ini malah ada yang nawarin rumah untuk di tempatin, gratis lagi. Fasilitas di rumah seperti listrik, air dan telpon katanya sih di tanggung oleh yang punya rumah, wah makin tambah enak aja tinggal gratis.

Singkat kata, akhirnya kami menempati rumah kawan kami ini. Kami bersyukur karena di berikan kesempatan untuk hidup mandiri dengan modal nyaris gratis. Tapi setelah berdiskusi dengan istri, sepertinya gak enak juga kalo kita menempati rumah tapi gak bayar apa-apa, akhirnya kami berdua memutuskan akan bilang sama temennya istri ini kalo listrik dan telpon biar kami aja yang bayar, dah ternyata kebetulan sekali... setelah melahirkan, kawan kami ini membutuhkan banyak biaya (tentu saja!) sehingga membayar listrik dan telepon tentu menambah beban mereka, jadi klop juga sih. Tapi untuk air yang punya rumah itu tetap yang membiayai.

Rumah kawan kami ini cukup strategis, letaknya persis di pinggir jalan. Akhirnya gue ngerasain juga tinggal di tempat strategis, dan kesimpulan gue adalah "tidak terlalu nyaman" :) bukannya tidak bersyukur, siapa yang gak mau di kasih ngontrak gratis! Tapi kalo kami nanti ngontrak atau beli rumah, kami sudah memikirkan untuk tidak tinggal di daerah yang strategis, karena:

  • Berisik, karena di pinggir jalan kadang sampai larut malam sering terdengar suara motor yang knalpontnya memekakkan telinga, padahal rumah ini terletak di jalan biasa, bukan jalan utama atau boulevard.
  • Tidak terlalu aman, letak rumah ini berada di ujung trayek angkutan kota, jadi daerah ini cukup ramai oleh para calo angkot (kadang populer di sebut timer) dan tukang ojek. Jadi di depan rumah kawan kami ini ada pohon jambu, entah kenapa, rasanya kami sangat jarang merasakan jambu itu sampai matang, karena lebih sering di curi oleh orang-orang yang lewat di depan rumah, pernah gue beberapa kali memergoki, jam 10 malam, beberapa tukang ojek ngambil jambu sampe di bela-belain naik pohonnya, pas gue tegur langsung pada kabur gitu :) lucu deh liat orang nyolong panik dan kabur.... :)
  • Cepet Kotor, karena di pinggir jalan ya mau gak mau debu-debu sering berterbangan masuk ke halaman, jadi yang namanya lantai pagi di pel, siang mesti udah penuh dengan debu, lebih-lebih kalo musim kemarau, tidak ketinggalan kaca juga jadi lebih sering kotor
  • Biaya operasionalnya cukup mahal. Jadi rumah yang kami tempati ini berada di pinggir jalan dan itu ternyata memiliki konsekuensi, daya listrik yang terpasang tidak boleh kecil, kalo tidak salah listrik di rumah itu mencapai 2200 watt, untuk kami beruda jumlah itu terlalu besar, selain itu telepon di situ di hitung sebagai bisnis, jadi kalo di telpon rumah abodemennya sekitar 50 ribu di situ paling tidak harus 75 ribu. Seinget gue, biaya rutin untuk operasional rumah yang kami tempati itu paling tidak bisa mencapai hampir 500 ribu! jumlah yang tidak kecil menurut ukuran kami, segitu biaya air sudah di tanggung oleh yang punya rumah! kalo tidak tentu bisa lebih dari 500 ribu! Sejak saat itu gue ngebayangin betapa beratnya orang2 yang tinggal di daerah elit, dan ternyata bener, kawan gue tinggal sama tantenya di daerah menteng jakarta pusat, dan dia cerita biaya operasional untuk rumah mereka bisa mencapai 4 juta sebulan! dia cerita tantenya itu pengen pindah karena agak keberatan dengan biaya yang terlalu besar, kebetulan tantenya ini terpaksa tinggal disitu karena wasiat dari orang tuanya agar tetap tinggal dan tidak menjual rumah warisan, yang kebetulan si tantenya temen gue ini dapet jatah rumah yang di menteng. Masak waktu gue cerita soal begini ke sodara gue, beliau bilang kalo biaya operasional segitu termasuk murah.... busyet... musti punya gaji berapa untuk tinggal di daerah strategis :)


Nah saat gue mulai pisah dari orang tua ini lah gue mulai berasa agak beratnya penyesuaian cash flow keuangan keluarga, jadi kembali ke soal penganten yang gue ceritaain di awal, gue bakal ngebayangin kalo mereka kemungkinan bisa agak kesulitan dalam mengelola keuangan keluarga (karena secara gaji mereka biasa saja), lebih-lebih kalo orang udah menikah kadang keinginannya jadi bertambah :) seperti pengen jalan-jalan, nonton, belanja, beli mesin cuci, beli tv, dll. Ya mudah-mudahan si penganten baru itu bisa segera mandiri lah... Setelah menikah dan tinggal sendiri, memang harus ada yang di sesuaikan, seperti menyisihkan uang kita untuk membayar listrik, telpon, iuran warga, biaya kebersihan, dll. Kalo kita masih sama orang tua kan masih bisa sharing jadi duitnya bisa lebih di hemat...

Tapi bagaimanapun, gue (dan istri gue) ngerasain, tinggal pisah dari orang tua itu memang lebih banyak menyenangkan, karena kita jadi lebih mandiri, dan pastinya lebih bebas kalo mau melakukan sesuatu :) seperti kalo kita males-malesan pengen tidur pagi sampe siang gak perlu harus merasa tidak enak pada mertua, kalo ada masalah antara suami istri juga tidak ada yang mendengar selama gak berisik tapinya yah ;p yah namanya juga berkeluarga, pasti masalah bakal selalu ada... :D

Btw kayaknya tulisan gue udah panjang juga yah...? padahal banyak banget yang pengen gue tulis, tapi oke lah.... nanti aja di lanjut ke tulisan berikutnya. Makasih buat yang udah mau baca tulisan ini sampe beres :)