Dangdut & Nyawer: Hiburan Rakyat Saat ini?
Tuesday, June 15, 2004
Kebetulan, kemarin koneksi internet mengalami gangguan, dengan terpaksa (atau senang hehehe) gue memutuskan untuk pulang lebih cepat. Malam hari pada sekitar pukul 19.00, secara tidak sengaja kami sekeluarga menonton acara Ngantri KDI di stasiun TPI.
Selalu --menurut gue-- kalo acara yang menampilkan casting-casting penyanyi seperti Indonesian Idol ataupun KDI menampilkan orang-orang yang begitu percaya diri dengan kemampuan dimilikinya. Sejujurnya gue bukanlah penikmat Dangdut, tapi acara Ngantri KDI semalam benar-benar membuat gue tertawa terpingkal-pingkal (entah kapan terakhir kali gue bisa ketawa seperti itu... pas casting Indonesian Idol mungkin?).
Mengapa? karena di situ ada seorang bapak-bapak yang bergaya seperti Rhoma Irama. Sebelum menyanyi dengan suara yang berwibawa dia membawakan beberapa dalil dari ayat-ayat di dalam Al-Quran seperti halnya yang dilakukan oleh Rhoma Irama, setelah itu dilanjutkan dengan membawakan lagu-lagu miliki Rhoma Irama. Dengan gaya yang super PD, menurut gue peniru Rhoma Irama ini bener-bener membuat gue tertawa terpingkal-pingkal, mungkin kalo gak nonton acaranya susah juga deh nerangin dimana letak lucu-nya. Tapi percayalah gue bener-bener terhibur lihat ke-pe-de-an orang-orang yang ikut kompetisi ini...
Dangdut, ya begitulah nama genre musik yang hampir bisa dikatakan identik sebagai musik yang berasal dari Indonesia. Tak salah kiranya jika TPI membuat acara perlombaan yang dinamakan Kontes Dangdut TPI (KDI), mengingat sebagian besar acara-acara model-model ini yang menggiring pemirsanya untuk memilih idolanya seperti Akademi Fantasi Indosiar (AFI) terbukti sukses besar, di tambah lagi Dangdut sebagai genre musik yang cukup banyak di gemari di Indonesia.
Saat ini dangdut memang telah menjadi saran hiburan rakyat, tidak terbatas pada golongan ekonomi lemah tapi juga sudah merambah pada golongan elit, meskipun jumlah yang terbanyak masih tetap di dominasi oleh golongan ekonomi lemah.
Malam minggu kemarin, sayup-sayup terdengar musik dangdut yang cukup membuat tidur malam sedikut terganggu. Sedikit teringat dengan kontroversi yang terjadi beberapa tahun sebelumnya di RT gue. Waktu itu HUT kemerdekaan RI, beberapa orang menginginkan adanya panggung hiburan plus acara dangdutan :D. Alasan pihak yang menolak adalah efek negatif yang timbul jika acara dangdutan diselenggarakan, yaitu penonton yang mabuk-mabukan dan perjudian.
Entah sejak kapan acara dangdutan mulai menjadi hiburan setiap kali hajatan digelar. Dulu ketiga gue masih SD sampai SMP biasanya jika ada anak yang disunat ataupun ada yang menikah biasanya hiburannya berupa Layar Tancep. Mungkin karena zaman berubah, saat ini dangdutan menjadi hiburan utama dalam setiap hajatan.
Terus terang gue sih gak terlalu suka dangdut, apalagi nonton dangdut secara live ditempat hajatan orang :). Akhirnya suatu waktu pas sedang Ronda (jaga malam) dengan teman-teman, gue diajak juga nonton acara dangdutan, banyak juga yang nonton. Dari beberapa kali gue menonton acara dangdutan ada dua kategori hiburan dangdut.
Yang pertama adalah hiburan dangdut yang diiringi dengan orkes (ini yang populer sejak dahulu) sedangkan yang kedua adalah jenis hiburan dangdut yang hanya diiringi oleh "orgen tunggal" (populer akhir-akhir ini). Dua-duanya sama-sama menyajikan alunan musik dangdut, perbedaannya adalah jumlah personil "orgen tunggal" lebih sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah personil orkes musik atau sering disingkat OM (masih ingat OM Soneta miliki Rhoma Irama? :D) dan tentunya biaya sewa orgen tunggal lebih kecil.
Ada fenomena yang menarik dari acara dangdutan ini, yaitu budaya "NYAWER". Jika tidak salah kata Nyawer berasal dari bahasa Sunda/Jawa yang berarti kurang lebih adalah Menebar. Disini yang di tebar adalah uang. Nah Seringkali peserta nyawer berasal dari kaum laki-laki, sangat jarang gue menemukan wanita ikut nyawer.
Syarat untuk ikut nyawer yang utama adalah memiliki UANG. Kadang gue gak habis pikir orang kerja susah payah, tapi uangnya di gunakan untuk nyawer, paling tidak orang-orang yang nyawer ini akan menghabiskan uangnya setidaknya sebesar 10 ribu rupiah bahkan lebih terutama kalo sudah menjadi hobi.
Untuk menarik perhatian penonton agar naik ke panggung, biasanya pemilik orkes atau orgen tunggal menyediakan wanita-wanita muda yang relatif cantik dan seksi. Beberapa kali gue diajak temen untuk nonton, temen gue bilang "Gue sih gak begitu peduli dengan lagunya yang penting Artisnya". Artis yang dimaksud adalah para penyanyi-penyanyi dangdut yang wajahnya relatif cantik dengan dandanan yang cukup seksi...
Fenomena orkes musik atau orgen tunggal ini sebenarnya sudah lama terjadi, hanya saja sekarang lebih memasyarakat. Di daerah tempat gue tinggal, hampir jarang pernikahan tanpa hiburan dangdut, minimal orgen tunggal lah. Meskipun dengan menggunakan orgen tunggal, jika pihak pemiliki orgen tunggal ini mampu menghadirkan "Artis" yang layak, maka bukan tidak mungkin penonton akan banyak dan tetap semangat untuk terus memberikan saweran.
Strategi menggunakan artis wanita ini memang jurus ampuh untuk mendapatkan uang. Selain di bayar oleh pihak yang menyewanya, pemilik dangdutan juga akan mendapatkan tambahan uang dari hasil saweran ini. Saweran ini nantinya akan dibagi-bagi ke seluruh personil, bagaimana prosentasenya itu yang gue gak tau.
Jika anda pernah menyaksikan acara dangdutan baik orkes ataupun orgen tunggal, maka biasanya durasi satu lagu yang normalnya sekitar 3-5 menit bisa menjadi 30-45 menit. Mengapa bisa selama itu? hal tersebut terjadi karena sangat tidak mungkin untuk memotong lagu ditengah keasikan penonton yang silih berganti mengantri naik ke panggung untuk berjoget dengan "artis-artis". Jadilah lagu yang hanya berdurasi 3-5 menit menjadi lebih dari 30 menit. Biasanya pengulangan lagu banyak dilakukan saat Refferain. Urutan lirik lagu sudah tidak terlalu penting, yang penting bagaimana sebisa mungkin lagu terus di nyanyikan selama mungkin.
Biasanya dalam satu pagelaran dangdut, setidaknya ada sekitar tiga sampai lima penyanyi dangdut wanita yang rata-rata berpakaian seksi. Biasanya satu lagu akan di bawakan oleh satu "artis". Mengingat banyaknya orang yang ingin mengantri untuk berjoget bersama sang "artis", biasanya "artis" yang tidak ikut menyanyi akan ikut menemani penonton yang ingin ikut berjoget, tentunya penonton ini nantinya harus memberikan uang.
Makin banyak uang yang akan di sawer, maka akan semakin lama penonton tersebut untuk tetap bertahan di atas panggung untuk tetap berjoget bersama sang "artis". Jika penonton tidak memiliki banyak uang, maka dia harus "tahu diri" untuk tidak terlalu lama berada di atas panggung. Seringkali semakin tinggi pecahan uang saweran yang akan dilakukan penonton, biasanya penonton tersebut bisa meminta "layanan ekstra", yang paling umum adalah bisa untuk memegang/mencolek si artis, dan bukan tidak mungkin untuk menjawah hingga ke daerah yang "sensitif", tapi untuk kasus yang terakhir belum pernah gue nemuin hal yang seperti itu.
Di dalam acara dangdutan, biasanya Orkes Musik yang lengkap personilnya dari mulai gitaris, tukang kendang sekaligus drummer, tukang suling, dan keyborist(spell ?) akan lebih menyerap banyak penonton dibandingkan dengan Orgen Tunggal yang biasanya Personilnya adalah Keyborist, dan tukang suling. Jumlah penyanyi atau "artis" juga biasanya lebih banyak di dalam Orkes Musik dibandingkan dengan Orgen Tunggal. Tak heran jika acara dangdutan yang diiringi oleh Orkes Musik akan lebih ramai dan meriah.
Jika penonton ramai, maka acara dangdutan ini bisa berlangsung hingga lewat dari tengah malam. Umumnya acara dangdutan ini akan berakhir setelah jam 12 malam. Tapi jika penonton masih banyak maka acara bisa baru berakhir pada jam 1-2 pagi.
Seperti pepatah "Ada Gula Ada Semut", maka di dalam acara dangdutan ini banyak penonton akan mendatangkan banyak penjual, ya hampir mirip dengan pasar kaget. Setiap ada acara hiburan baik itu dangdutan, layar tancep, atau wayang golek biasanya akan banyak penjual yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi. Dari penjual makanan seperti Bakso, Mie Ayam, Gorengan, Minuman, Rokok bahkan Tukang Judi.
Nah beberapa efek negatif yang agak sulit di hindari adalah masalah mabuk-mabukan dan perjudian. Efek negatif dari mabuk-mabukan penonton biasanya adalah masalah perkelahian. Efek negatif judi, mungkin adalah menghabiskan uang :). Biasanya jenis judi yang banyak dimaninkan adalah permainan "Rolet". Permainan "Rolet" ini adalah permainan menebak angka yang akan keluar dari saut lingkaran yang diputar, yah mirip-mirip dengan Roulet yang ada di Las Vegas-lah :D. Biasanya bandar sering untung dalam permainan, tapi pernah kejadian bandar judi kalah oleh penonton. Alhasil kaburlah bandar ini melewati sawah-sawah di kejar-kejar oleh para pemasang taruhan yang menuntut uangnya. Kaburnya bandar yang kalah ini sempat membuat heboh beberapa orang karena bandar tersebut di sangka sebagai maling :D.
Terlepas dari efek negatif yang ditimbulkan, suka tidak suka, saat ini Pagelaran Dangdut seperti sudah menjadi hiburan wajib di dalam setiap hajatan-hajatan seperti pernikahan ataupun sunatan. Ibarat Sayur tanpa Garam, pagelaran dangdut tidak dapat di pisahkan dari kegiatan NYAWER para penontonya. Entah sampai kapan budaya ini akan tetap bertahan? Meskipun sarana hiburan semakin banyak terutama televisi, tetapi tetap pagelaran dangdut yang digelar masih memiliki tempat di hati para penonton yang nota bene adalah sebagian besar rakyat yang berada pada strata sosial menengah kebawah. Mungkin tepat ungkapan yang dibawakan oleh Project Pop bahwa "Dangdut is the Music of My Country" :D
-EndOfArticle-
Selalu --menurut gue-- kalo acara yang menampilkan casting-casting penyanyi seperti Indonesian Idol ataupun KDI menampilkan orang-orang yang begitu percaya diri dengan kemampuan dimilikinya. Sejujurnya gue bukanlah penikmat Dangdut, tapi acara Ngantri KDI semalam benar-benar membuat gue tertawa terpingkal-pingkal (entah kapan terakhir kali gue bisa ketawa seperti itu... pas casting Indonesian Idol mungkin?).
Mengapa? karena di situ ada seorang bapak-bapak yang bergaya seperti Rhoma Irama. Sebelum menyanyi dengan suara yang berwibawa dia membawakan beberapa dalil dari ayat-ayat di dalam Al-Quran seperti halnya yang dilakukan oleh Rhoma Irama, setelah itu dilanjutkan dengan membawakan lagu-lagu miliki Rhoma Irama. Dengan gaya yang super PD, menurut gue peniru Rhoma Irama ini bener-bener membuat gue tertawa terpingkal-pingkal, mungkin kalo gak nonton acaranya susah juga deh nerangin dimana letak lucu-nya. Tapi percayalah gue bener-bener terhibur lihat ke-pe-de-an orang-orang yang ikut kompetisi ini...
Dangdut, ya begitulah nama genre musik yang hampir bisa dikatakan identik sebagai musik yang berasal dari Indonesia. Tak salah kiranya jika TPI membuat acara perlombaan yang dinamakan Kontes Dangdut TPI (KDI), mengingat sebagian besar acara-acara model-model ini yang menggiring pemirsanya untuk memilih idolanya seperti Akademi Fantasi Indosiar (AFI) terbukti sukses besar, di tambah lagi Dangdut sebagai genre musik yang cukup banyak di gemari di Indonesia.
Saat ini dangdut memang telah menjadi saran hiburan rakyat, tidak terbatas pada golongan ekonomi lemah tapi juga sudah merambah pada golongan elit, meskipun jumlah yang terbanyak masih tetap di dominasi oleh golongan ekonomi lemah.
Malam minggu kemarin, sayup-sayup terdengar musik dangdut yang cukup membuat tidur malam sedikut terganggu. Sedikit teringat dengan kontroversi yang terjadi beberapa tahun sebelumnya di RT gue. Waktu itu HUT kemerdekaan RI, beberapa orang menginginkan adanya panggung hiburan plus acara dangdutan :D. Alasan pihak yang menolak adalah efek negatif yang timbul jika acara dangdutan diselenggarakan, yaitu penonton yang mabuk-mabukan dan perjudian.
Entah sejak kapan acara dangdutan mulai menjadi hiburan setiap kali hajatan digelar. Dulu ketiga gue masih SD sampai SMP biasanya jika ada anak yang disunat ataupun ada yang menikah biasanya hiburannya berupa Layar Tancep. Mungkin karena zaman berubah, saat ini dangdutan menjadi hiburan utama dalam setiap hajatan.
Terus terang gue sih gak terlalu suka dangdut, apalagi nonton dangdut secara live ditempat hajatan orang :). Akhirnya suatu waktu pas sedang Ronda (jaga malam) dengan teman-teman, gue diajak juga nonton acara dangdutan, banyak juga yang nonton. Dari beberapa kali gue menonton acara dangdutan ada dua kategori hiburan dangdut.
Yang pertama adalah hiburan dangdut yang diiringi dengan orkes (ini yang populer sejak dahulu) sedangkan yang kedua adalah jenis hiburan dangdut yang hanya diiringi oleh "orgen tunggal" (populer akhir-akhir ini). Dua-duanya sama-sama menyajikan alunan musik dangdut, perbedaannya adalah jumlah personil "orgen tunggal" lebih sedikit jumlahnya dibandingkan jumlah personil orkes musik atau sering disingkat OM (masih ingat OM Soneta miliki Rhoma Irama? :D) dan tentunya biaya sewa orgen tunggal lebih kecil.
Ada fenomena yang menarik dari acara dangdutan ini, yaitu budaya "NYAWER". Jika tidak salah kata Nyawer berasal dari bahasa Sunda/Jawa yang berarti kurang lebih adalah Menebar. Disini yang di tebar adalah uang. Nah Seringkali peserta nyawer berasal dari kaum laki-laki, sangat jarang gue menemukan wanita ikut nyawer.
Syarat untuk ikut nyawer yang utama adalah memiliki UANG. Kadang gue gak habis pikir orang kerja susah payah, tapi uangnya di gunakan untuk nyawer, paling tidak orang-orang yang nyawer ini akan menghabiskan uangnya setidaknya sebesar 10 ribu rupiah bahkan lebih terutama kalo sudah menjadi hobi.
Untuk menarik perhatian penonton agar naik ke panggung, biasanya pemilik orkes atau orgen tunggal menyediakan wanita-wanita muda yang relatif cantik dan seksi. Beberapa kali gue diajak temen untuk nonton, temen gue bilang "Gue sih gak begitu peduli dengan lagunya yang penting Artisnya". Artis yang dimaksud adalah para penyanyi-penyanyi dangdut yang wajahnya relatif cantik dengan dandanan yang cukup seksi...
Fenomena orkes musik atau orgen tunggal ini sebenarnya sudah lama terjadi, hanya saja sekarang lebih memasyarakat. Di daerah tempat gue tinggal, hampir jarang pernikahan tanpa hiburan dangdut, minimal orgen tunggal lah. Meskipun dengan menggunakan orgen tunggal, jika pihak pemiliki orgen tunggal ini mampu menghadirkan "Artis" yang layak, maka bukan tidak mungkin penonton akan banyak dan tetap semangat untuk terus memberikan saweran.
Strategi menggunakan artis wanita ini memang jurus ampuh untuk mendapatkan uang. Selain di bayar oleh pihak yang menyewanya, pemilik dangdutan juga akan mendapatkan tambahan uang dari hasil saweran ini. Saweran ini nantinya akan dibagi-bagi ke seluruh personil, bagaimana prosentasenya itu yang gue gak tau.
Jika anda pernah menyaksikan acara dangdutan baik orkes ataupun orgen tunggal, maka biasanya durasi satu lagu yang normalnya sekitar 3-5 menit bisa menjadi 30-45 menit. Mengapa bisa selama itu? hal tersebut terjadi karena sangat tidak mungkin untuk memotong lagu ditengah keasikan penonton yang silih berganti mengantri naik ke panggung untuk berjoget dengan "artis-artis". Jadilah lagu yang hanya berdurasi 3-5 menit menjadi lebih dari 30 menit. Biasanya pengulangan lagu banyak dilakukan saat Refferain. Urutan lirik lagu sudah tidak terlalu penting, yang penting bagaimana sebisa mungkin lagu terus di nyanyikan selama mungkin.
Biasanya dalam satu pagelaran dangdut, setidaknya ada sekitar tiga sampai lima penyanyi dangdut wanita yang rata-rata berpakaian seksi. Biasanya satu lagu akan di bawakan oleh satu "artis". Mengingat banyaknya orang yang ingin mengantri untuk berjoget bersama sang "artis", biasanya "artis" yang tidak ikut menyanyi akan ikut menemani penonton yang ingin ikut berjoget, tentunya penonton ini nantinya harus memberikan uang.
Makin banyak uang yang akan di sawer, maka akan semakin lama penonton tersebut untuk tetap bertahan di atas panggung untuk tetap berjoget bersama sang "artis". Jika penonton tidak memiliki banyak uang, maka dia harus "tahu diri" untuk tidak terlalu lama berada di atas panggung. Seringkali semakin tinggi pecahan uang saweran yang akan dilakukan penonton, biasanya penonton tersebut bisa meminta "layanan ekstra", yang paling umum adalah bisa untuk memegang/mencolek si artis, dan bukan tidak mungkin untuk menjawah hingga ke daerah yang "sensitif", tapi untuk kasus yang terakhir belum pernah gue nemuin hal yang seperti itu.
Di dalam acara dangdutan, biasanya Orkes Musik yang lengkap personilnya dari mulai gitaris, tukang kendang sekaligus drummer, tukang suling, dan keyborist(spell ?) akan lebih menyerap banyak penonton dibandingkan dengan Orgen Tunggal yang biasanya Personilnya adalah Keyborist, dan tukang suling. Jumlah penyanyi atau "artis" juga biasanya lebih banyak di dalam Orkes Musik dibandingkan dengan Orgen Tunggal. Tak heran jika acara dangdutan yang diiringi oleh Orkes Musik akan lebih ramai dan meriah.
Jika penonton ramai, maka acara dangdutan ini bisa berlangsung hingga lewat dari tengah malam. Umumnya acara dangdutan ini akan berakhir setelah jam 12 malam. Tapi jika penonton masih banyak maka acara bisa baru berakhir pada jam 1-2 pagi.
Seperti pepatah "Ada Gula Ada Semut", maka di dalam acara dangdutan ini banyak penonton akan mendatangkan banyak penjual, ya hampir mirip dengan pasar kaget. Setiap ada acara hiburan baik itu dangdutan, layar tancep, atau wayang golek biasanya akan banyak penjual yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi. Dari penjual makanan seperti Bakso, Mie Ayam, Gorengan, Minuman, Rokok bahkan Tukang Judi.
Nah beberapa efek negatif yang agak sulit di hindari adalah masalah mabuk-mabukan dan perjudian. Efek negatif dari mabuk-mabukan penonton biasanya adalah masalah perkelahian. Efek negatif judi, mungkin adalah menghabiskan uang :). Biasanya jenis judi yang banyak dimaninkan adalah permainan "Rolet". Permainan "Rolet" ini adalah permainan menebak angka yang akan keluar dari saut lingkaran yang diputar, yah mirip-mirip dengan Roulet yang ada di Las Vegas-lah :D. Biasanya bandar sering untung dalam permainan, tapi pernah kejadian bandar judi kalah oleh penonton. Alhasil kaburlah bandar ini melewati sawah-sawah di kejar-kejar oleh para pemasang taruhan yang menuntut uangnya. Kaburnya bandar yang kalah ini sempat membuat heboh beberapa orang karena bandar tersebut di sangka sebagai maling :D.
Terlepas dari efek negatif yang ditimbulkan, suka tidak suka, saat ini Pagelaran Dangdut seperti sudah menjadi hiburan wajib di dalam setiap hajatan-hajatan seperti pernikahan ataupun sunatan. Ibarat Sayur tanpa Garam, pagelaran dangdut tidak dapat di pisahkan dari kegiatan NYAWER para penontonya. Entah sampai kapan budaya ini akan tetap bertahan? Meskipun sarana hiburan semakin banyak terutama televisi, tetapi tetap pagelaran dangdut yang digelar masih memiliki tempat di hati para penonton yang nota bene adalah sebagian besar rakyat yang berada pada strata sosial menengah kebawah. Mungkin tepat ungkapan yang dibawakan oleh Project Pop bahwa "Dangdut is the Music of My Country" :D
-EndOfArticle-
0 Comments: